BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ditinjau
dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan periode yang
paling kritis. Maka dari itu diperlukan pemantauan pada bayi baru lahir. Tujuan
pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktivitas bayi normal atau
tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan
perhatian keluarga dan penolong persalinan serta tindak lanjut petugas
kesehatan. Dengan pemantauan neonatal dan bayi, kita dapat segera mengetahui
masalah-masalah yang terjadi pada bayi sedini mungkin. Contoh masalah pada bayi
yang sering kita temui yaitu muntah dan gumoh. Jika salah satu dari masalah
tersebut tidak segera diatasi maka bisa menyebabkan masalah atau komplikasi
lainnya. Namun, tak semua masalah tersebut harus mendapat penanganan khusus
karena bisa membuat dampak negative pada pertumbuhan dan perkembangan bayi. Ada
masalah yang seharusnya dibiarkan saja karena masalah tersebut bisa menghilang
dengan sendirinya.
Oleh
karena dalam makalah ini akan membahas muntah dan gumoh, serta penanganan yang
sesuai agar tidak menimbulkan dampak lainnya. Diharapkan makalah ini dapat
menambah pengetahuan tentang masalah pada bayi.
B.
Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, adapun masalah yang muncul adalah sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan muntah dan
gumoh pada bayi ?
2.
Apa penyebab dari muntah dan gumoh pada
bayi ?
3.
Apa tanda dan gejala dari muntah dan
gumoh pada bayi ?
4.
Bagaimana cara menangani, muntah dan
gumoh pada bayi ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah, untuk :
1.
Untuk mengetahui pengertian dari muntah
dan gumoh pada bayi.
2.
Untuk mengetahui penyebab dari muntah
dan gumoh pada bayi.
3.
Untuk mengetahui tanda dan gejala dari
muntah dan gumoh pada bayi.
4.
Untuk mengetahui cara menangani, muntah
dan gumoh pada bayi.
D.
Manfaat
1. Bagi
Mahasiswi
Dapat
memahami dan menambah pengetahuan nya mengenai Gangguan yang mungkin terjadi
pad bayi baru lahir, agar bisa mempraktekan dengan masyarakat dengan dipenuhi
keahlian yang lancar.
2. Bagi
Pengajar
Dapat
memberi masukan atau wawasan terbaru dan luas kepada mahsiswinya mengenai Muntah
dan Gumoh.
3. Bagi
Bidan
Dapat mengembangkan programnya sehingga penggunaan peralatan
pada Bayi Baru Lahir meningkat dan
melakukan intervensi terhadap faktor yang paling dominan berhubungan dengan gangguan
pada BBL.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep
Dasar Muntah
1.
Definisi
Muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau
seluruh isi lambung yang terjadi secara paksa melalui mulut, disertai dengan
kontraksi lambung dan abdomen (Markum:1991 dalam Asuhan pada Anak Dengan
Gangguan Sistem Integument, 2005).
Muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau
seluruh isi lambung yang terjadi setelah makanan agak lama masuk kedalam
lambung (Depkes RI). Muntah pada bayi merupakan gejala yang sering sekali
dijumpai dan dapat terjadi berbagai gangguan.
2.
Etiologi
Muntah bisa disebabkan karena adanya faktor
fisiologis seperti kelainan kongenital dan infeksi. Selain itu muntah juga
disebabkan oleh gangguan psikologis seperti keadaan tertekan atau cemas,
terutama pada anak yang lebih besar. Ada beberapa gangguan yang dapat diidentifikasi
akibat muntah yaitu :
·
Kelainan kongenital saluran pencernaan,
iritasi lambung, atresia esofagus, atresia/stenosis, hirschsprung, tekanan
intrakranial yang tinggi, cara memberi makan atau minum yang salah, dan
lain-lain.
·
Pada masa neonatus semakin banyak
misalnya factor infeksi (infeksi traktus urinarius, hepatitis, peritonitis,
dll)
·
Gangguan psikologis, seperti keadaan
tertekan atau cemas terutama pada anak yang lebih besar.
3.
Patofisiologi
Muntah
merupakan respon refleks simpatis terhadap berbagai rangsangan yang
melibatkan berbagai aktifitas otot perut dan pernafasan.
Proses muntah dibagi 2 fase berbeda, yaitu :
1)
Nausea (mual) merupakan sensasi psikis
yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan pada organ dan labirin dan emosi dan
tidak selalu diikuti oleh retching atau muntah. Retching (muntah) merupakan
fase dimana terjadi gerak nafas spasmodic dengan glottis tertutup, bersamaan
dengan adanya inspirasi dari otot dada dan diafragma sehingga menimbulkan
tekanan intratoraks yang negatif.
2)
Emesis (ekspulsi) terjadi bila fase
retching mencapai puncaknya dan ditandai dengan kontraksi kuat otot perut,
diikuti dengan bertambah turunannya diafragma disertai dengan penekanan
mekanisme antirefluks. Pada fase ini, pylorus dan antrum berkontraksi, fundus dan
esofagus berelaksasi dan mulut terbuka.
4.
Tanda
dan Gejala
Ada beberapa gangguan
yang dapat diidentifikasi akibat muntah, yaitu :
1)
Muntah terjadi beberapa jam setelah
keluarnya lendir yang kadang disertai dengan sedikit darah. Kemungkinan ini
terjadi karena iritasi akibat sejumlah bahan yang tertelan selama proses
kelahiran. Muntah kadang menetap setelah pemberian makanan pertama kali.
2)
Muntah yang terjadi pada hari-hari
pertama kelahiran, dalam jumlah banyak, tidak secara proyektif, tidak berwarna
hijau, dan cenderung menetap biasanya terjadi sebagai akibat dari obstruksi
usus halus.
3)
Muntah yang terjadi secara proyektil dan
tidak berwarna kehijauan merupakan tanda adanya stenosis pylorus.
4)
Peningkatan tekanan intrakranial dan
alergi susu.
5)
Muntah yang terjadi pada anak yang
tampak sehat. Karena tehnik pemberian makanan yang salah atau pada faktor
psikososial.
5.
Komplikasi
1)
Kehilangan cairan tubuh/elektronik
sehingga dapat menyebabkan dehidrasi dan alkaliosis.
2)
Karena tidak mau makan/minum dapat
menyebabkan ketosis.
3)
Ketosis akan menyebabkan asidosis yang
akhirnya bisa menjadi renjantan (shock).
4)
Bila muntah sering dan hebat akan
terjadi ketegangan otot dinding perut, pendarahan konjungtiva, rupture
esofagus, infeksi mediastinum, aspirasi muntah, jahitan bisa terlepas pada
penderita pasca operasi dan timbul pendarahan.
6.
Sifat
Muntah
1)
Keluar cairan terus menerus maka
kemungkinan obstruksi esophagus.
2)
Muntah proyektil kemungkinan stenosis
pylorus (pelepasan lambung ke duodenum).
3)
Muntah hijau (empedu) kemungkinan obstruksi
otot halus, umumnya timbul pada beberapa hari pertama, sering menetap, biasanya
tidak proyektil.
4)
Muntah hijau kekuningan kemungkinan
obsruksi dibawah muara saluran empedu.
5)
Muntah segera lahir dan menetap
kemungkinan tekanan intrakranial tinggi atau obstruksi usus.
7.
Diagnosa
1)
Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit berdasarkan peningkatan pengeluaran cairan melalui muntah.
2)
Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh berdasarkan penurunan intake akibat anoreksia.
3)
Kerusakan pertukaran gas berdasarkan
obstruksi jalan nafas.
4)
Gangguan rasa nyaman nyeri berdasarkan
iritasi pada saluran pencernaan(faring dan esofagus).
8.
Pencegahan
1)
Perlambat pemberian susu. Bila diberi
susu formula, beri sedikit saja dengan frekuensi agak sering.
2)
Sendawakan bayi selama dan setelah
pemberian susu. Bila bayi diberi ASI, sendawakan setiap kali akan berpindah ke
payudara lainnya.
3)
Susui bayi dalam posisi tegak lurus, dan
bayi tetap tegak lurus selama 20-30 menit setelah disusui.
4)
Jangan didekap atau diayun-ayun sedikitnya
setengah jam setelah menyusu.
5)
Jika diberi susu botol, pastikan lubang
dot tidak terlalu kecil atau terlalu besar.
9.
Penatalaksanaan
1)
Cepat miringkan tubuhnya, atau diangkat
ke belakang seperti disendawakan atau ditengkurapkan agar muntahannya tak masuk
ke saluran napas yang dapat menyumbat dan berakibat fatal.
2)
Jika muntahnya keluar lewat hidung,
orang tua tidak perlu khawatir. Bersihkan saja segera bekas muntahnya. Justru
yang bahaya bila dari hidung masuk lagi terisap ke saluran napas. Karena bisa
masuk ke paru-paru dan menyumbat jalan napas. Jika ada muntah masuk ke
paru-paru tak bisa dilakukan tindakan apa-apa, kecuali membawanya segera ke
dokter untuk ditangani lebih lanjut
10.
Asuhan
Bidan
Muntah yang tidak disertai dengan gangguan
fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus. Meskipun demikian diperlukan
tindakan sebagai berikut :
1)
Kaji faktor dan sifat muntah.
2)
Jika terjadi pengeluaran cairan
terus-menerus, maka
3)
Kemungkinan dikarenakan obstruksi
esophagus.
4)
Jika terjadi muntah berwarna hijau
kekuning-kuningan, maka patut dicuriagai adnya obstruksi di bawah ampula
vateri.
5)
Jika terjadi muntah proyektil, maka
harus dicurigai adanya stenosis pylorus.
6)
Jika terjadi segera setelah lahir
kemudian menetap, maka kemungkinan terjadi peningkatan tekanan intracranial.
7)
Ciptakan suasana tenang dan menyenangkan
pada saat makan. Hindari anak makan sambil berbaring atau tergesa-gesa, agar
saluran cerna mempunyai kesempatan yang cukuip untuk mencerna makanan yang
masuk.
8)
Ajarkan pola makan yang benar dan
hindari makanan yang merangsang serta menimbulkan alergi. Pemberian makanan
juga harus disesuaikan dengan usia dan kebutuhan anak, dengan memperhatikan
menu gizi seimbang, yaitu makan yang bervariasi dan mengandung unsur
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Protein dari susu sapi,
telor, kacang-kacangan dan ikan laut kadang-kadang menyebabkan alergi. Untuk
itu orang tua harus hati-hati dan bila perlu diganti dengan bahan makanan lain.
9)
Ciptakan hubungan yang harmonis antara
orang tua dan anak. Orang tua yang mengabaikan kehadiran anak menciptakan
situasi yang menegangkan. Situasi tersebut merupakan situasi yang tidak
menyenangkan anak dan dapat berdampak pada fisik anak. Oleh karena itu, kasih
sayang yang mencukupi dan bimbingan yang bijaksana dari orang tua merupakan hal
yang sangat diperlukan.
10) Lakukan
kolaborasi. Apabila muntah disertai dengan gangguan fisiologis, seperti warna
muntah yang kehijauan, muntah secara proyektil, atau gangguan lainnya,
segeralah bawa anak ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan
secepatnya. Selain itu, pemeriksaan penunjang juga sangat diperlukan.
B.
Konsep
Dasar Gumoh ( Regurgitasi)
1.
Definisi
Regurgitasi adalah keluarnya kembali sebagian susu
yang telah ditelan melalui mulut dan tanpa paksaan, beberapa saat setelah minum
susu (Depkes 2007). Gumoh adalah keluarnya kembali sebagian susu yang telah
ditelan ketika beberapa saat setelah minum susu botol/ menyusui dan dalam
jumlah sedikit. (Depkes 2007).
Regurgitasi yang tidak berlebihan merupakan keadaan
normal terutama pada bayi dibawah usia 6 bulan dan tidak sering frekuensinya.
Seiring dengan bertambahnya usia diatas 6 bulan, maka regurgitasi semakin
jarang dialami oleh anak. Namun, regurgitasi dianggap abnormal apabila terjadi
terlalu sering atau hampir setiap saat. Juga kalau terjadinya tidak hanya
setelah makan dan minum tapi juga saat tidur. Selain itu juga pada gumoh yang
bercampur darah. Gumoh yang seperti ini tentu saja harus mendapat perhatian
agar tidak berlanjut menjadi kondisi patologis yang diistilahkan dengan refluks
esofagus.
Regurgitasi atau gumoh harus dibedakan dengan
muntah. Bedanya dengan muntah, gumoh terjadi secara pasif. Artinya, tak ada
usaha si bayi untuk mengeluarkan atau memuntahkan makanan atau minumannya
(artinya: keluar sendiri). Si bayi ketika gumoh mungkin saja sedang santai
dalam gendongan atau dalam keadaan berbaring atau bermain. Sedangkan muntah
terjadi secara aktif. Muntah merupakan aksi reflek yang dikoordinasi medula
oblongata, sehingga isi lambung dikeluarkan dengan paksa melalui mulut.
2.
Etiologi
Ada beberapa penyebab terjadinya regurgitasi :
1) Anak/bayi
yang sudah kenyang.
2) Posisi
anak atau bayi yang salah saat menyusui akibatnya udara masuk kedalam lambung.
3) Terburu-buru
atau tergesa-gesa dalam menghisap.
4) Kegagalan
mengeluarkan udara.
5) ASI
atau susu yang diberikan melebihi kapasitas lambung. Lambung yang penuh juga
bisa membuat bayi gumoh. Ini terjadi karena makanan yang terdahulu belum sampai
keusus, sudah diisi makanan lagi. Akibatnya bayi muntah lambung bayi punya
kapasitas sendiri.
3.
Patofisiologi
Biasanya bayi mengalami gumoh setelah diberi makan.
Selain karena pemakaian gurita dan posisi saat menyusui, juga karena ia
ditidurkan telentang setelah diberi makan. Cairan yang masuk di tubuh bayi akan
mencari posisi yang paling rendah. Bila ada makanan yang masuk ke Esofagus atau
saluran sebelum ke lambung, maka ada refleks yang bisa menyebabkan bayi gumoh.
Pada keadaan gumoh, biasanya lambung sudah dalam
keadaan terisi penuh, sehingga terkadang gumoh bercampur dengan air liur yang
mengalir kembali ke atas dan keluar melalui mulut pada sudut-sudut bibir. Hal
tersebut disebabkan karena otot katup di ujung lambung tidak bisa bekerja
dengan baik. Otot tersebut seharusnya mendorong isi lambung ke bawah.
Lambung yang penuh juga bisa membuat bayi gumoh. Ini
terjadi karena makanan yang terdahulu belum sampai ke usus, sudah diisi makanan
lagi. Akibatnya bayi tidak hanya mengalami gumoh tapi juga bisa muntah. Lambung
bayi punya kapasitasnya sendiri. Misalnya bayi umur sebulan, ada yang sehari
bisa minum 100 cc, tapi ada juga yang 120 cc.
4.
Tanda
dan Gejala
·
Mengeluarkan kembali susu saat diberikan
minum.
·
Gumoh yang normal terjadi kurang dari
empat kali sehari.
·
Tidak sampai mengganggu pertumbuhan
berat badan bayi.
·
Bayi tidak menolak minum.
5.
Komplikasi
·
Infeksi pada saluran pernafasan.
·
Cairan gumoh yang kembali keparu-paru
dapat menyebabkan radang.
·
Nafas terhenti sesaat.
·
Bayi tersedak dan batuk.
·
Cairan gumoh dapat menimbulkan iritasi.
·
Pucat pada wajah bayi karena tidak bisa
bernafas.
6.
Diagnosa
Sebagian besar gumoh terjadi akibat kebanyakan makan
atau kegagalan mengeluarkan udara yang ditelan. Oleh karena itu, sebaiknya
diagnosis ditegakkan sebelum terjadi gumoh. Pengosongan lambung yang lebih
sempurna, dalam batas-batas tertentu penumpahan kembali merupakan kejadian yang
alamiah, terutama salam 6 bulan pertama. Namun, penumpahan kembali tersebut
diturunkan sampai jumlah yang bisa diabaikan dengan pengeluaran udara yang
tertelan selama waktu atau sesudah makan.
Dengan menangani bayi secara hati-hati dengan
menghindari konflik emosional serta dalam menempatkan bayi pada sisi kanan,
letak kepala bayi tidak lebih rendah dari badannya. Oleh karena pengeluaran
kembali refleks gastroesofageal lazim ditemukan selama masa 4-6 bulan pertama.
7.
Pencegahan
1)
Perbaiki teknik menyusui. Cara menyusui
yang benar adalah mulut bayi menempel pada sebagian areola dan dagu payudara
ibu.
2)
Berikan ASI saja sampai 6 bulan (ASI
eksklusif). Pemberian makanan tambahan dibawah 6 bulan memperbesar resiko
alergi, diare, obesitas serta mulut dan lidah bayi masih dirancang untuk
menghisap, bukan menelan makanan.
3)
Beri bayi ASI sedikit-sedikit tetapi
sering (minimal 2 jam sekali), jangan langsung banyak.
4)
Jangan memakaikan gurita tertalu ketat.
5)
Posisikan bayi tegak beberapa lama
(15-30 menit) setelah menyusu
6)
Tinggikan posisi kepala dan dada bayi
saat tidur.
7)
Jangan mengajak bayi banyak bergerak
sesaat setelah menyusu.
8)
Jika gumoh di sebabkan oleh kelainan
atau cacat bawaan segera bawa ke petugas medis agar mendapat penanganan yang
tepat sedini mungkin.
9)
Apabila menggunakan botol, perbaiki cara
minumnya. Posisi botol susu diatur sedemikian rupa sehingga susu menutupi
seluruh permukaan botol dan dot harus masuk seluruhnya ke dalam mulut bayi.
10)
Sendawakan bayi sesaat setelah minum.
Bayi yang selesai minum jangan langsung ditidurkan, tetapi perlu disendawakan
dahulu terlebih dahulu. Sendawa dapat dilakukan dengan cara:
11)
Bayi digendong agak tinggi (posisi
berdiri) dengan kepala bersandar dipundak ibu. Kemudian, punggung bayi ditepuk
perlahan-lahan sampai terdengar suara bersendawa
12)
Menelungkupkan bayi di pangkuan ibu,
lalu usap/tepuk punggung bayi sampai terdengar suara bersendawa.
8.
Penatalaksanaan
1) Bersikaplah
tenang.
2)
Segera miringkan badan bayi agar cairan
tidak masuk ke paru-paru (jangan mengangkat bayi yang sedang gumoh, karena
beresiko cairan masuk ke paru-paru).
3)
Bersihkan segera sisa gumoh dengan
tissue atau lap basah hingga bersih, pastikan lipatan leher bersih agar tidak
menjadi sarang kuman dan jamur.
4)
Jika gumoh keluar lewat hidung, cukup
bersihkan dengan cotton bud, jangan menyedot dengan mulut karena akan menyakiti
bayi dan rentan menularkan virus.
5)
Tunggu beberapa saat jika ingin memberi
ASI lagi.
9.
Posisi
Menyusui
· Sering
ibu menyusui sambil tiduran dengan posisi miring sementara si bayi tidur
terlentang. Akibatnya, cairan tersebut tidak masuk ke saluran pencerna, tapi
kesaluran nafas, bayipun gumoh.
· Pemakaian
bentuk dot
Jika si bayi suka dot besar diberi
dot kecil, ia akan malas menghisap karena lama. Akibatnya , susu tetap keluar
dari dot dan memnuhi mulut bayi dan lebih banyak udara yang masuk. Udara masuk
kelambung membuat bayi muntah
· Klep
penutup lambung belum berfungsi sempurna . Dari mulut, susu akan masuk
kesaluran pencernaan atas, baru kemudiaan ke lambung, diantara kedua organ tersebut
terdapat klep penutup lambung, pada bayi, klep ini biasanya belum berfungsi
sempurna.
· Fungsi
pencernaan bayi dengan peristaltik ( gelombang kontraksi pada dinding lambung
dan usus) untuk makanan dapat masuk dari saluran pencernaan ke usus, masih belum
sempurna
· Terlalu
aktif, misalnya pada saat bayi menggeliat atau pada saat bayi terus menerus
menangis hal ini akan membuat tekanan didalam perutnya tinggi, sehingga keluar
dalam bentuk muntah/ gumoh.
10. Asuhan Bidan
1)
Memberitahukan bahwa gumoh adalah hal yang
harus mendapat perawatan yang baik.
2)
Menginformasikan pada ibu bahwa gumoh
disebabkan posisi saat menyusui yang tidak tepat atau posisi botol yang salah
3)
Memberitahu ibu untuk memperbaiki cara
minumnya, posisi saat memberikan susu dari botol dan sendawakan bayi sesaat
setelah minum ASI.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muntah adalah keluarnya sebagain besar atau seluruh
isi lambung yang terjadi setelah makanan masuk lambung agak lama, disertai
kontraksi isi lambung dan abdomen. Dalam beberapa jam pertama setelah lahir,
bayi mungkin mengalami muntah lendir bahkan kadang disertai dengan darah.
Gumoh dan muntah sering kali terjadi hampir setiap
pada bayi. Gumoh berbeda dengan muntah. Keduanya merupakan hal biasa (normal)
dan tidak menandakan suatu hal yang
serius yang terjadi pada bayi. Hanya sebagian kecil kasus muntah bayi (muntah
patologis) yang menjadi indikasi gangguan serius.
Baik gumoh dan muntah pada bayi merupakan
pengeluaran isi lambung. Bedanya gumoh terjadi seperti ilustrasi air yang
mengalir ke bawah, bisa sedikit (seperti meludah) atau cukup banyak. Bersifat
pasif dan spontan. Sedangkan muntah lebih cenderung dalam jumlah banyak dan
dengan kekuatan dan atau tanpa kontraksi lambung. Sekitar 70 % bayi berumur di
bawah 4 bulan mengalami gumoh minimal 1 kali setiap harinya, dan kejadian
tersebut menurun sesuai dengan bertambahnya usia hingga 8-10 % pada umur 9-12
bulan dan 5 % pada umur 18 bulan. Meskipun normal, gumoh yang berlebihan dapat
menyebabkan berbagai komplikasi yang akan mengganggu pertumbuhan bayi.
B.
Saran
1.
Hindari memberikan ASI/susu saat bayi
berbaring. Jaga agar bayi tetap dalam posisi
tegak sekitar 30 menit setelah menyusu.
2.
Hindari meletakkan bayi di kursi bayi
karena akan meningkatkan tekanan pada perut.
3.
Hindari merangsang aktivitas yang
berlebihan setelah bayi menyusu.
4.
Kontrol jumlah ASI/susu yang
diberikan.misal Berikan ASI /susu dengan jumlah sedikit tapi sering.
5.
Sendawakan bayi segera setelah menyusu.
Bahkan bayi terkadang masih membutuhkan bersendawa di antara 2 waktu menysusu.
6.
Check lubang dot yang Anda gunakan untuk
memberikan ASI/susu. Jika lubang terlalu kecil akan meningkatkan udara yang
masuk. Jika terlalu besar ,susu akan mengalir dengan cepat yang bisa
memungkinkan bayi Anda gumoh.
7.
Hindari memberikan ASI/susu ketika bayi
sanagt lapar, karena bayi akan tergesa-gesa saat minum sehingga akan
menimbulkan udara masuk.
8.
Jika menyusui, posisi bayi dimiringkan.
Kepalanya lebih tinggi dari kaki sehingga membentuk sudut 45 derajat. Jadi
cairan yang masuk bisa turun ke bawah.
9.
Jangan mengangkat bayi saat gumoh atau
muntah. Segera mengangkat bayi saat gumoh adalah berbahaya, karena muntah atau
gumoh bisa turun lagi, masuk ke paru dan akhirnya malah mengganggu paru. Bisa
radang paru. Sebaiknya, miringkan atau tengkurapkan anak. Biarkan saja ia
muntah sampai tuntas jangan ditahan.
10.
Biarkan saja jika bayi mengeluarkan
gumoh dari hidungnya. Hal ini justru lebih baik daripada cairan kembali dihirup
dan masuk ke dalam paru-paru karena bisa menyebabkan radang atau infeksi. Muntah
pada bayi bukan cuma keluar dari mulut, tapi juga bisa dari hidung. Hal ini
terjadi karena mulut, hidung, dan tenggorokan punya saluran yang berhubungan.
Pada saat muntah, ada sebagian yang keluar dari mulut dan sebagian lagi dari
hidung. Mungkin karena muntahnya banyak dan tak semuanya bisa keluar dari
mulut, maka cairan itu mencari jalan keluar lewat hidung.
11.
Hindari bayi tersedak. Bila si bayi
tersedak dan muntahnya masuk ke saluran pernapasan alias paru-paru. Ini disebut
aspirasi dan berbahaya. Lebih bahaya lagi jika si bayi tersedak susu yang sudah
masuk ke lambung karena sudah mengandung asam dan akan merusak paru-paru. Untuk
mencegah kemungkinan tersedak, agar setiap kali bayi muntah selalu dimiringkan
badannya. Akan lebih baik jika sebelum si bayi muntah (saat menunjukkan
tanda-tanda akan muntah) segera dimiringkan atau ditengkurapkan atau didirikan
sambil ditepuk-tepuk punggungnya.
12.
Observasi sangat penting untuk
mengetahui bahwa muntah atau gumoh berlebihan pada bayi yang mengarah pada hal
patologis. Tak perlu dikhawatirkan jika berat badan bertambah (dalam rentang
normal), bayi tampak senang dan tumbuh kembangnya normal. Sebaliknya, perlu
khawatir jika terjadi penurunan berat badan atau tidak ada kenaikan berat
badan, infeksi dada berulang, muntah disertai darah, bayi dehidrasi dan
gangguan pernafasan misal henti nafas, biru atau nafas pendek, karena sistem
pencernaannya belum sempurna, muntah adalah hal yang lumrah dialami bayi.
Namun, ibu juga perlu waspada adanya faktor penyakit pemicu.
DAFTAR PUSTAKA
Nur
Muslihatun, Wafi.2010. Asuhan
Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta
Rukiyah,
Ai Yeyeh.2010. Asuhan Neonatus Bayi
dan Balita. Jakarta
Sudarti,
Afroh Fauziah.2012. Asuhan Kebidanan
Neonatus,Bayi dan Anak Balita. Yogyakarta: Nuha Medika
Sudarti.
2010. Kelainan dan Penyakit pada Bayi dan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika Varney,
H. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan.EGC. Jakarta
Posting Komentar untuk "Penyebab muntah dan gumoh pada bayi "