MALARIA ( PENGERTIAN JENIS GEJALA CARA PENULARAN)



BAB I
PENDAHULUAN

                  
A.      Latar Belakang
                 Sampai saat ini malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun sub tropis, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit malaria disebabkan oleh parasit protozoa dari Genus plasmodium. Empat spesies yang ditemukan pada manusia adalah Plasmodium Vivax, P. ovale, P. malariae dan P. Falciparum.  Badan kesehatan sedunia (WHO) melaporkan tiga juta anak manusia meninggal setiap tahun karena menderita malaria. Dan tiap tahun terdapat 110 juta penderita malaria, 280 juta orang sebagai “Carrier” dan 2/5 penduduk dunia selalu kompak dengan malaria.
                 Malaria menyerang individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin, tidak terkecuali wanita hamil merupakan golongan yang rentan. Malaria pada kehamilan dapat disebabkan oleh keempat spesies plasmodium, tetapi plasmodium Falciparum merupakan parasit yang dominan dan mempunyai dampak paling berat terhadap morbiditas dam mortalitas ibu dan janinnya. Pada ibu menyebabkan anemi, malaria serebral, edema paru, gagal ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian. Pada janin menyebabkan abortus, persalinan prematur, berat badan lahir rendah, dan kematian janin. Infeksi malaria pada wanita hamil sangat mudah terjadi karena adanya perubahan sistim imunitas ibu selama kehamilan, baik imunitas seluler maupun imunitas humoral, serta diduga juga akibat peningkatan horman kortisol pada wanita selama kehamilan. Di daerah endemi malaria wanita hamil lebih mudah terinfeksi parasit malaria dibandingkan wanita tidak hamil. Kemudahan infeksi itu terjadi karena kekebalan yang menurun selama kehamilan, akibatnya dapat terjadi peningkatan Prevalensi densitas parasit malaria berat.
                 Berdasarkan hal-hal diatas terlihat bahwa malaria selama kehamilan perlu mendapat perhatian khusus. Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang asuhan kebidanan ibu hamil dengan penyakit malaria.
  
      

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa definisi dari malaria ?
2.    Apa etiologi dari penyakit malaria ?
3.    Apa saja jenis-jenis dari penyakit malaria ?
4.    Bagaimana gejala klinis dari penyakit malaria ?
5.    Bagaimana siklus hidup plasmodium ?
6.    Berapa lama masa inkubasi penyakit malaria ?
7.    Bagaimana cara penularan penyakit malaria ?
8.    Apa respon imun terhadap infeksi malaria selama kehamilan ?

C.      Tujuan
1.    Untuk mengetahui definisi dari malaria
2.    Untuk mengetahui etiologi penyakit malaria
3.    Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit malaria
4.    Untuk mengetahui gejala klinis dari penyakit malaria
5.    Untuk mengetahui siklus hidup plasmodium
6.    Untuk mengetahui lama masa inkubasi penyakit malaria
7.    Untuk mengetahui cara penularan penyakit malaria
8.    Untuk mengetahui respon imun terhadap infeksi malaria selam kehamilan















BAB II
TINJAUAN TEORI


A.      Definisi Malaria 
                 Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal.
                 Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki endemisitas tinggi. Malaria maupun penyakit yang menyerupai malaria telah diketahui ada selama lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Malaria dikenal secara luas di daerah Yunani pada abad ke-4 SM dan dipercaya sebagai penyebab utama berkurangnya penduduk kota. Penyakit malaria sudah dikenal sejak tahun 1753, tetapi baru ditemukan parasit dalam darah oleh Alphonse Laxeran tahun 1880. Untuk mewarnai parasit, pada tahun 1883 Marchiafava menggunakan metilen biru sehingga morfologi parasit ini lebih mudah dipelajari. Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan Binagmi pada tahun 1898 dan kemudian pada tahun 1900 oleh Patrick Manson dapat dibuktikan bahwa nyamuk adalah vektor penular malaria.

B.       Etiologi Malaria
Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya penyakit malaria pada manusia yaitu sebagai berikut (Prabowo, 2004) :
1.    Parasit
            Penyakit malaria disebakan oleh parasite malaria (yaitu suatu protozoa darah yang termasuk genus plasmodium).Yang di kenal ada empat jenis plasmodium penyebab malaria pada manusia yaitu Plasmodium falciparum,Plasmodium vivax, dan Plasmodium malariae.Plasmodium ovale.Ciri utama genus plasmodium adalah adanya dua siklus hidup, yaitu siklus hidup aseksual serta siklus seksual.
a.    Fase aseksual
Siklus dimulai ketika Anopheles betina menggigit manusia dan memasukan sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam aliran darah manusia. Jasad yang langsing dan lincah ini dalam waktu 30 menit sampai satu jam memasuki sel parenkim hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini desebut fase skizogoni eksoeritrosit karena parasit belum masuk ke sel darah merah. Lama fase ini berbeda untuk tiap spesies plasmodium. Pada akhir fase, skizon hati pecah, merozoit keluar, lalu masuk dalam aliran darah (disebut sporulasi). Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam hati (atau sporozoit yang tidur selama periode tertentu) sehingga mengakibatkan relaps jangka panjang, yaitu kembalinya penyakit setelah tampak mereda dan rekurens. Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam darah menyerang sel darah merah dan membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoid-skizonmerozoit. Setelah dua sampai tiga generasi, merozoit terbentuk, lalu sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual (Prabowo, 2004).
b.    Fase seksual
Fase ini dimulai ketika seekor nyamuk betina mengisap anopheline terinfeksi darah manusia semua elemen darah dan tahap aseksual parasit malaria (merozoit,trophozoites, dll) yang dicerna dalam usus parasit malaria jantan dan betina (gametosit) yang tersisa utuh dan mulai jatuh tempo. Para gametosit jantan dan betina menimbulkan gamet jantan dan betina masing-masing bersatu untuk membentuk zigot.Zigot membentuk ookinet seperti cacing yang menembus dinding lambung nyamuk dan berkembang menjadi suatu ookista.Inti dari ookista mengalihkan untuk membentuk sporozoit.Banyak yang dibebaskan dalam bodyfluid nyamuk karena pecahnya ookista tersebut. Pada tahap akhir, sporozoit menembus kelenjar salivery dari nyamuk dan tetap di sana, siap untuk memasuki host segar saat nyamuk yang terinfeksi menggigit orang lain yang sehat. Fase perkembangan parasite malaria dalam nyamuk disebut sporogony atau fase ekstrinsik dan memakan waktu sekitar 7- 55 hari, tergantung pada spesies parasite malaria dan suhu (Jung, 2001).
2.    Nyamuk Anopheles
                        Malaria pada nyamuk hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina Anopheles.Di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 spesies Anopheles, 60 spesies diantaranya diketahui sebagai penular malaria.Di Indonesia ada sekitar 80 jenis Anopheles, 24 spesies diantaranya telah terbukti penular malaria.Sifat masing-masing spesies berbeda-beda, tergantung berbagai faktor, seperti penyebaran geografis, iklim dan tempat perindukannya.Semua nyamuk malaria hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk malaria yang hidup di air payau (Anophelessundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah (Anopheles aconitus), atau air bersih di pegunungan (Anopheles maculatus).Nyamuk Anopheles hidup di daerah iklim tropis dan sub-tropis, tetapi juga bisa hidup di daerah yang beriklim sedang.
                        Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2000 - 2500 meter.Tempat perindukannyabervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu pantai, pedalaman dan kaki gunung.Biasanya, nyamuk Anopheles betina menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbangnya tidak lebih dari 0,5 - 3 km dari tempat perindukannya. Jika ada tiupan angin yang kencang, biasa terbawa sejauh 20 - 30 km. Nyamuk Anopheles juga dapat terbawa pesawat terbang atau kapal laut, dan menyebarkan malaria ke daerah non-endemis.Umur nyamuk Anopheles dewasa di alam bebas belum banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3 - 5 minggu.Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkannyamuk betina di atas permukaan air akan menetas menjadi larva, melakukan pengelupasan kulit (sebanyak 4 kali), lalu tumbuh menjadi pupa dan menjadi nyamuk dewasa jantan/betina. Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (sejak telur sampai menjadi bentuk dewasa) bervariasi antara 2 - 5 minggu, tergantung spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara (Prabowo, 2004).
3.    Lingkungan
                        Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah. Adanya danau, air payau, genangan air di hutan, pesawahan, tambak ikan, pembukaan hutan, dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria (Prabowo, 2004).
4.    Iklim
                        Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam penularan penyakit malaria.Biasanya penularan malaria lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan kemarau.Air hujan yang menimbulkan genangan air, merupakan tempat yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria.Dengan bertambahnya tempat perindukan, populasi malaria juga bertambah sehingga bertambah pula jumlah penularannya (Prabowo, 2004).


C.      Jenis Malaria
1.    Malaria Pernisiosa-Plasmodium Ovale
            Malaria Pernisiosa di sebabkan oleh parasit Plasmodium ovale. Penyakit yang disebabkan infeksi parasit Plasmodium ovale ini disebut  juga “malaria tertiana ringan” dan merupakan parasit malaria yang paling jarang pada manusia. Biasanya penyakit malaria Pernisiosa ini tersebar di daerah tropik, tetapi telah dilaporkan di daerah Amerika Serikat dan Eropa. 
            Penyakit ini banyak dilaporkan menjangkiti penduduk di daerah pantai Barat Afrika yang merupakan lokasi asal kejadian. Kemudia penyakit berkembang ke daerah Afrika Tengah dan sedikit kasus di Afrika Timur. Juga telah dilaporkan kasus di Philipina, NewGuenia dan Vietnam. Plasmodium ovale sulit di diagnosis karena mempunyai kesamaan dengan P. vivax.
            Schizont yang masak berbentuk oval dan mengisi separo dari sel darah hospes. Biasanya akan terbentuk 8 merozoit, dengan kisaran antara 4-16. Bentuk titik (dot) terlihat pada awal infeksi kedlam sel darah merah. Bentuknya lebih besar daripada P. vivax dan bila diwarnai terlihat warna merah terang.
            Gametocyr dari Plasmodium ovale memerlukan lebih lama dalam darah perifer daripada malaria lainnya. Tetapi mereka cepat dapat menginfeksi nyamuk secara teratur dalam waktu 3 minggu setelah infeksi. Meski termasuk penyakit malaria yang paling langka, malaria pernisiosa tidak bisa dianggap enteng karena dapat juga menyebabkan pada kematian
2.    Malaria Tropika – Plasmodium falciparum
            Malaria tropica adalah jenis penyakit malaria yang disebabkan oleh parasit Plasmodium falcifarum. Penyakit malaria tropica disebut juga Malaria tertiana maligna atau malaria falciparum yang merupakan penyakit malaria yang paling ganas yang menyerang manusia. Daerah penyebaran malaria ini adalah daerah tropik dan sub-tropic. Malaria tropica adalah pembunuh terbesar manusia di daerah tropis di seluruh dunia yang diperkirakan sekitar 50% penderita malaria tidak tertolong.
            Malaria tropika pernah dituduh sebagai penyebab utama terjadinya penurunan populasi penduduk di jaman Yunani kuno dan menyebabkan terhentinya expansi “Alexander yang agung” menaklukan benua Timur karena kematian serdadunya oleh serangan penyakit malaria ini. Begitu juga pada perang Dunia I dan II terjadinya kematian manusia lebih banyak disebabkan oleh penyakit malaria ini daripada mati karena perang.
            Seperti pada malaria lainnya, schizont exoerytrocytic dari P. falciparum timbul dalam sel hati. Schizont robek pada hari ke 5 dan mengeluarkan 30.000 merozoit. Disini tidak terjadi fase exoerytrocytic ke 2 dan tidak terjadi relaps. Tetapi penyakit akan timbul lagi sekitar 1 tahun, biasanya sekitar 2-3 tahun kemudian setelah infeksi pertama. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah populasi parasit yang sedikit didalam sel darah merah.
            Merozoit menyerang sel darah merah pada semua umur. P. falciparum memiliki tingkat parasitemia yang tinggi dibanding malaria lainnya. Sel darah yang mengandung parasit ditemukan dalam jaringan yang paling dalam seperti limpa dan sumsum tulang pada waktu schizogony. Pada waktu gametocyt berkembang, sel darah tersebut bergerak menuju sirkulsi darah perifer, biasanya terlihat sebagi bentuk cincin.
            Schizont sering ditemukan pada darah perifer, fase erytrocyt ini memakan waktu sekitar 48 jam. Pada kondisi yang berat, saat terjadi parasitemia ditemukan lebih dari 65% erytrocyt mengandung parasit, tetapi biasanya pada kepadatan 25% saja sudah menyebabkan fatal.
            Malaria tropika adalah jenis malaria yang paling ganas dan mematikan yang disebabkan oleh parasit Plasmodium falciparum yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
3.    Malaria Tertiana - Plasmodium vivax | Jenis-jenis Malaria
            Malaria tertiana disebabkan oleh parasit Plasmodium vivax yang ditularkan oleh penyakit Anopheles. Spesies Plasmodium vivax ini menyebabkan penyakit “Malaria tertiana benigna” atau disebut malaria tertiana. Nama tertiana adalah berdasarkan fakta bahwa timbulnya gejala demam terjadi setiap 48 jam. Nama tersebut diperoleh dari istilah Roma, yaitu hari kejadian pada hari pertama , sedangkan 48 jam kemudian adalah hari ke 3.
            Penyakit malaria tertiana banyak terjadi di daerah tropik dan sub tropik. Hampir 43% kejadian penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium vivax. Proses schizogony exoerytrocytic dapat terus terjadi sampai 8 tahun, disertai dengan periode relaps, disebabkan oleh terjadinya invasi baru terhadap erythrocyt. Kejadian relaps terciri dengan pasien yang terlihat normal (sehat) selamaperiode laten. Terjadinya relaps juga erat hubungannya dengan reaksi imunitas dari individu.
            Plasmodium vivax hanya menyerang erytrocyt muda (reticulocyt), dan tidak dapat menyerang/tidak mampu menyerang erytrocyt yang masak. Segera setelah invasi kedalam erytrocyt langsung membentuk cincin., cytoplasma menjadi aktif seperti ameba membentuk pseudopodia bergerak ke segala arah sehingga disebut “vivax”.
            Malaria Tertiana yang disebabkan oleh parasit Plasmodium vivax memunculkan gejala malaria seperti demam setiap tiga hari sekali. Malaria tertiana termasuk jenis penyakit malaria yang tidak berbahaya, tetapi jika tidak dirawat dapat juga merengut nyawa.
4.    Malaria quartana – Plasmodium malariae
            Malaria quartana disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium malariae. Penyakit malaria quartana menyerang setiap 72 jam. Hal tersebut di kenali sejak jaman Yunani, karena waktu demam berbeda dengan parasit malaria tertiana. Pada tahun 1885 Golgi dapat membedakan antara demam karena penyakit malaria tertiana dengan malaria quartana dan memberikan deskripsi yang akurat dimana parasit tersebut diketahui sebagai Plasmodium malariae.
            Plasmodium malariae adalah parasit cosmopolitan, tetapi distribusinya tidak continyu di setiap lokasi. Parasit sering di temukan di daerah tropik Afrika, Birma, India, SriLanka, Malaysia, Jawa, New Guienia dan Eropa. Juga tersebar di daerah baru seperti Jamaica, Guadalope, Brazil, Panama dan Amerika Serikat. Diduga parasit menyerang orang di jaman dulu, dengan berkembangnya perabapan dan migrasi penduduk, kasus infeksi juga menurun.
            Schizogony exoerytrocytic terjadi dalam waktu 13-16 hari, dan relaps terjadi sampai 53 tahun. Bentuk erytrocytic berkembang lambat di dalam darah dan gejala klinis terjadi sebelumnya, dan mungkin ditemukan parasit dalam ulas darah. Bentuk cincin kurang motil daripada P. vivax, sedangkan cytoplasma lebih tebal. Bentuk cincin yang pipih dapat bertahan sampai 48 jam, yang akhirnya berubah bentuk memanjang menjadi bentuk “band” yang mengunpulkan pigmen dipinggirnya. Nukleus membelah menjadi 6-12 merozoit dalam waktu 72 jam. Tingkat parasitemianya relatif rendah sekitar 1 parasit tiap 20.000 sel darah. Rendahnya jumlah parasit tersebut berdasarkan fakta bahwa merozoit hanya menyerang erytrocyt yang tua yang segera hilang dari peredaran darah karena didestruksi secara alamiah. Gametocyt mungkin berkembang dalam organ internal, bentuk masaknya jarang ditemukan dalam darah perifer. Mereka berkembang sangat lambat untuk menjadi sporozoit infektif.
            Malaria quartana yang disebabkan oleh infeksi Plasmodium malariae ini merupakan jenis penyakit malaria yang tidak terlalu banyak terdapat di dunia. Hanya 7% nya saja. Namun begitu tetap saja penyakit ini berbahaya.Malaria quartana disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium malariae. Penyakit malaria quartana menyerang setiap 72 jam. Hal tersebut di kenali sejak jaman Yunani, karena waktu demam berbeda dengan parasit malaria tertiana. Pada tahun 1885 Golgi dapat membedakan antara demam karena penyakit malaria tertiana dengan malaria quartana dan memberikan deskripsi yang akurat dimana parasit tersebut diketahui sebagai Plasmodium malariae
            Plasmodium malariae adalah parasit cosmopolitan, tetapi distribusinya tidak continyu di setiap lokasi. Parasit sering di temukan di daerah tropik Afrika, Birma, India, SriLanka, Malaysia, Jawa, New Guienia dan Eropa. Juga tersebar di daerah baru seperti Jamaica, Guadalope, Brazil, Panama dan Amerika Serikat. Diduga parasit menyerang orang di jaman dulu, dengan berkembangnya perabapan dan migrasi penduduk, kasus infeksi juga menurun.
            Schizogony exoerytrocytic terjadi dalam waktu 13-16 hari, dan relaps terjadi sampai 53 tahun. Bentuk erytrocytic berkembang lambat di dalam darah dan gejala klinis terjadi sebelumnya, dan mungkin ditemukan parasit dalam ulas darah. Bentuk cincin kurang motil daripada P. vivax, sedangkan cytoplasma lebih tebal. Bentuk cincin yang pipih dapat bertahan sampai 48 jam, yang akhirnya berubah bentuk memanjang menjadi bentuk “band” yang mengunpulkan pigmen dipinggirnya. Nukleus membelah menjadi 6-12 merozoit dalam waktu 72 jam. Tingkat parasitemianya relatif rendah sekitar 1 parasit tiap 20.000 sel darah. Rendahnya jumlah parasit tersebut berdasarkan fakta bahwa merozoit hanya menyerang erytrocyt yang tua yang segera hilang dari peredaran darah karena didestruksi secara alamiah. Gametocyt mungkin berkembang dalam organ internal, bentuk masaknya jarang ditemukan dalam darah perifer. Mereka berkembang sangat lambat untuk menjadi sporozoit infektif.
            Malaria quartana yang disebabkan oleh infeksi Plasmodium malariae ini merupakan jenis penyakit malaria yang tidak terlalu banyak terdapat di dunia. Hanya 7% nya saja. Namun begitu tetap saja penyakit ini berbahaya.

D.      Gejala Klinis Malaria
                 Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dari demam.Gejala klinis malaria antara lain sebagai berikut,yaitu :
1.    Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.
2.    Nafsu makan menurun.
3.    Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
4.    Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium Falciparum.
5.    Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.
6.    Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.
7.    Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.

Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu :
1.    Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium kedinginan, stadium panas, dan stadium berkeringat
2.    Splenomegali (pembengkakan limpa)
3.    Anemi yang disertai malaise

     Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu :
1.    Stadium dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
2.    Stadium Demam
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan muntah sering terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada P. vivax dan P. ovale skizon-skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada P. malaria, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.
3.    Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam.
                 Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut. Gejala berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini.Kadang–kadang gejalanya mirip kolera atau disentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau hitam.

E.       Hubungan Host,Agent dan Environment
                 Penyebaran penyakit malaria ditentukan oleh factor yang disebut Host, Agent dan Environment. Penyebaran malaria terjadi apabila ketiga komponen tersebut di atas
saling mendukung (Harijanto 2000).
1.    Penjamu (Host)
a.    Manusia (host intermediate)
        Pada dasarnya setiap orang dapat terkena penyakit malaria.Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk.Beberapa penelitian menunjukan bahwa perempuan mempunyai respons imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan menambah risiko malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak antara lain berat badan lahir yang rendah, abortus, partus premature dan kematian janin intrauterine (Harijanto 2000). Faktor-faktor genetik pada manusia dapat mempengaruhi terjadinya malaria denganpencegahan invasi parasit ke dalam sel, mengubah respons imunologik atau mengurangi keterpaparan terhadap vektor.Selain itu keadaan gizi juga mempengaruhi terjadinya penyakit malaria.Ada beberapa studi yang menunjukan bahwa anak yang bergizi baik justru lebih sering mendapat kejang dan malaria serebral dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk.Akan tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi buruk (Harijanto2000).Penyebab timbulnya penyakit malaria pada manusia adalah yang disebut parasit/plasmodium.Pada manusia terdiri dari 4 spesies yaitu (Soegijanto, 2004) dan (Prabowo, 2004) :
·      Plasmodium Vivax
·      Plasmodium falciparum
·      Plasmodium malariae
·      Plasmodium ovale
2.    Perantara (Agent)
            Hidup di dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Manusia disebut host intermediate(pejamu sementara) dan nyamuk disebut host definitife (pejamu tetap).
a.    Nyamuk Anopheles (host defenitife)
        Nyamuk Anopheles terutama hidup di daerah tropik dan subtropik, namun bisa juga hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan di daerah arktika. Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan hal-hal sebagai berikut (Harijanto, 2000) :
·      Kepadatan vektor dekat pemukiman manusia
·      Kesukaan menghisap darah manusia atau
·      Frekuensi menghisap darah (tergantung dari suhu)
·      Lamanya sporogoni (berkembangnya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi, infektif)
·      Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian menginfeksi jumlah yang berbeda-beda menurut spesies.
        Nyamuk Anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya. Kebiasaan makan dan istirahat nyamuk Anopheles dapat dikelompokan menjadi :
·      Tempat tinggal atau beristirahat
ü Endofilik: suka tinggal dalam rumah/bangunan
ü Esksofilik: suka tinggal di luar rumah
·      Tempat menggigit
ü Endofagik: menggigit dalam rumah/bangunan
ü Eksofagik: menggigit di luar rumah/banguna
·      Objek yang digigit
ü Antropofilik: suka menggigit manusia
ü Zoofilik: suka menggigit binatang
3.    Lingkungan (Environment)
            Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria disuatu daerah. Adanya danau air payau, genangan air di hutan, persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan, dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria (Prabowo, 2004). Beberapa bagian dari lingkungan yang merupakan tempat hidup atau perkembangbiakan nyamuk adalah (Harijanto, 2000) :
a.    Lingkungan Fisik
Faktor geografi dan meteorologi di ndonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di Indonesia.Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies. Pada suhu 26,70c masa inkubasi ekstrinsik adalah 10 - 12 hari untuk Plasmodium falciparum dan 8 - 11 hari untuk Plasmodium vivax, 14 - 15 hari untuk Plasmodium malariae dan Plasmodiumovale.
·      Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 dan 300c.makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik (Harijanto, 2000). Suhu optimum untuk perkembangan parasit malaria dalam nyamuk adalah antara 200C dan 300C.Parasit berhenti berkembang jika suhu rata-rata di bawah 160C.Suhu yang lebih tinggi dibandingkan 300C yang mematikan parasit.Sebuah kelembaban relatif 60% diperlukan bagi nyamuk untuk hidup normal (Jung, 2001).
·      Kelembaban, Pada kelembaban relatif tinggi, nyamuk menjadi lebih aktif dan makan banyak, sementara pada kelembaban rendah nyamuk tidak bertahan hidup (Jung, 2001). Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun Tidak berpengaruh pada parasit.Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk.Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria (Harijanto, 2000).
·      Hujan, Curah hujan, secara umum, mempengaruhi mereka dalam dua cara dengan meningkatkan jumlah tempat berkembang biak dan dengan meningkatkan humadity relatif yang mengarah ke kehidupan yang lebih panjang dari vektor. Deforestasi dan struktur seperti liang, lubang, kolam, taman, saluran irigasi, sawah, dan lain-lain mengakibatkan peningkatan di tempat penangkaran yang menguntungkan (Jung, 2001). Hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselilingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles (Harijanto, 2000).
·      Ketinggian, Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 meter jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh dari El-Nino.Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan malaria. Ketinggian paling tinggi masih memungkinkan transmisi malaria adalah 2500 meter di atas permukaan laut (di Bolivia) (Harijanto, 2000).
·      Angin Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.
·      Sinar matahari, Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang teduh.Anopheles hyrcanus spp dan Anopheles pinctulatus spp lebih menyukai tempat yang terbuka.Anopheles barbirostis dapat hidup baik di tempat teduh maupun yang terang.
·      Arus air, Anopheles barbirostis menyukai perindukan yang airnya statis/mengalir lambat. Sedangkan Anopheles minimus menyukai aliran air yang deras dan Anophelesa letifer menyukai air tergenang.
·      Kadar garam, Anopheles sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12 – 18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% keatas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan Anophelessundaicus dalam air tawar.
b.    Lingkungan Biologi
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh dari rumah (Harijanto, 2000).
c.    Lingkungan Sosial-Budaya
Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malariaantara lain dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan malaria (manmade-malaria).Peperangan dan perpindahan penduduk dapat menjadi faktor penting untuk meningkatkan malaria.Meningkatnya pariwisata dan perjalan dari daerah endemic mengakibatkan meningkatnya kasus malaria yang di impor (Harijanto, 2000).

F.       Siklus Hidup Plasmodium
                 Dalam siklus hidupnya plasmodium mempunyai dua hospes yaitu pada manusia dan nyamuk. Siklus aseksual yang berlangsung pada manusia disebut skizogoni dan siklus seksual yang membentuk sporozoit didalam nyamuk disebut sporogoni.
1.    Siklus Aseksual
            Sporozoit yang infeksius dari kelenjar ludah nyamuk anopheles betina dimasukkan kedalam darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit jasad tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik daripada siklus hidupnya. Didalam hati parasit tumbuh menjadi skizon dan berkembang menjadi merozoit. Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar dengan bebas,sebagian difagosit.oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik.     Siklus Eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah. Parasit sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang besar,bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit.Dengan selesainya pembelahan tersebut seldarah merah pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel keluar kemudian memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual.
2.    Siklus seksual
            Siklus seksual terjadi dalam tubuh nyamuk. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna oleh sel-sel lain. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filament dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membrane basal dinding lambung. Di tempat ini ookinet membesar yang disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit/ menusuk manusia maka sporokista masuk kedalam darah dan mulailah siklus preeritrositik.

G.      Masa Inkubasi Malaria
1.    Masa Inkubasi Intrinsik
            Masa inkubasi intrinsik adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis pertama yang biasa di tandai dengan demam. Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing spesies parasit adalah sebagai berikut :


Parasit
Masa Inkubasi
Plasmodium Falciparum
9 – 14 hari (12)
Plasmodium Vivax
12 – 17 hari (15)
Plasmodium Ovale
16 – 18 hari (17)
Plasmodium Malariae
18 – 40 hari (28)

2.    Masa Inkubasi Ekstrinsik
            Masa inkubasi ekstrinsik dipengaruhi oleh sudu udara sehingga berbeda untuk tiap spesies(Depkse RI,1999) pada suhu 26,70C.
Parasit
Masa Inkubasi
Plasmodium Falciparum
12 – 14 hari
Plasmodium Vivax
8 – 11 hari
Plasmodium Ovale
14 hari
Plasmodium Malariae
15 hari

H.      Cara Penularan Malaria
                 Malaria ditularkan ke penderita dengan masuknya sporozoit plasmodium melalui gigitan nyamuk betina Anopheles yang spesiesnya dapat berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Terdapat lebih dari 15 spesies nyamuk Anopheles yang dilaporkan merupakan vektor malaria di Indonesia. Penularan malaria dapat juga terjadi dengan masuknya parasit bentuk aseksual (tropozoit) melalui transfusi darah, suntikan atau melalui plasenta (malaria congenital).
Dikenal adanya berbagai cara penularan malaria,yaitu :
1.    Penularan secara alamiah (natural infection)
            Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang infektif. Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain.
2.    Penularan yang tidak alamiah
a.    Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.
b.    Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.
c.    Secara oral (melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium),burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh penyakit malaria, belum diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium yang biasanya menyerang manusia. Malaria, baik yang disebabkan oleh P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale semuanya ditularkan oleh nyamuk anopheles. Nyamuk yang menjadi vektor penular malaria adalah Anopheles sundaicus, Anopheles aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles subpictus, dan sebagainya.

Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria di Indonesia adalah sebagai berikut :
1.    Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku Utara, di wilayah pantai adalah An. subpictus, An. farauti, An. koliensis dan An. punctulatus sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. farauti.
2.    Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, NTT dan NTB, vektor yang berperan di daerah pantainya adalah An. subpictus, An. barbirostris. Khusus di NTB adalah An. subpictus dan An. sundaicus. Sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris, An letifer. Khusus wilayah Kalimantan, selain Anopheles tersebut di atas juga An. balabacencis.
3.    Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah pegunungan An. leucosphyrus, An. balabacencis, An. sinensis, dan An. maculatus.
4.    Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah An. sundaicus dan An. subpictus dan di pegunungan adalah An. maculatus, An. balabacencis dan An. aconitus
I.         Respon Imun Terhadap Infeksi Malaria selama Kehamilan
                 Respon imun spesifik terdiri dari imunitas seluler oleh  limfosit T dan imunitas humoral oleh limfosit B. Limfosit T dibedakan menjadi limfosit T helper (CD4+) dan sitotoksik  (CD8+) sedangkan berdasarkan sitokin yang dihasilkannya dibedakan menjadi subset Th-1 (menghasilkan IFN-dan TNF-) dan subset Th-2 (menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, IL10). Sitokin tersebut berperan mengaktifkan imunitas humoral. CD4+ berfungsi sebagai regulator dengan membantu produksi  antibodi dan aktivasi fagosit lain sedangkan CD8+ berperan sebagai efektor langsung untuk fagositosis parasit dan menghambat perkembangan parasit dengan menghasilkan IFN-Epitop-epitop antigen parasit akan berikatan dengan reseptor limfosit B yang berperan sebagai sel penyaji antigen  kepada sel limfosit T dalam hal ini CD4+. Selanjutnya sel T  akan berdiferensiasi menjadi sel Th-1 dan Th-2. Sel Th-2 akan  menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang memacu pembentukan Ig oleh limfosit B. Ig tersebut juga meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag. Sel Th-1 menghasilkan IFN- dan TNF- yang mengaktifkan komponen imunitas seluler seperti makrofag dan monosit serta sel NK.
                 Wanita hamil memiliki risiko terserang malaria falciparum  lebih sering dan lebih berat dibandingkan wanita tidak hamil. Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi parasit banyak ditemukan di plasenta sehingga diduga respon imun terhadap parasit di bagian tersebut mengalami supresi. Hal tersebut berhubungan dengan supresi sistim imun baik humoral maupun seluler selama kehamilan sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai “benda asing” di dalam tubuh ibu.
                 Supresi sistim imun selama kehamilan berhubungan dengan keadaan hormonal. Konsentrasi hormon progesteron yang meningkat selama kehamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap stimulasi antigen. Selain itu efek imunosupresi kortisol juga berperan dalam menghambat respon imun.









BAB III
PEMBAHASAN
                     

A.      Gambaran Malaria dalam Kehamilan
                 Ibu hamil memiliki risiko terserang malaria falciparum lebih sering dan lebih berat dibandingkan wanita tidak hamil. Hal tersebut berhubungan dengan supresi sistim imun baik humoral maupun seluler selama kehamilan sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai benda asing di dalam tubuh ibu. Supresi sistem imun selama kehamilan berhubungan dengan keadaan hormonal. Konsentrasi hormon progesteron yang meningkat selama kehamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap stimulasi antigen. Selain itu efek imunosupresi kortisol juga berperan dalam menghambat respon imun.
                 Malaria ibu hamil adalah malaria yang timbul selama kehamilan, yang dibuktikan dengan adanya parasit plasmodium dalam darah, atau pada plasenta yang dilahirkan. Kejadian infeksi malaria pada ibu hamil menjadi isu aktual pada pemberantasan malaria di seluruh dunia terutama di negara-negara dengan endemisitas malaria yang stabil tinggi. Malaria dalam kehamilan memiliki dampak yang negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Malaria berkontribusi tehadap angka kematian ibu dan bayi karena menyebabkan risiko/komplikasi pada ibu hamil. Disebutkan risiko anemi 3-15%, bayi berat lahir rendah (BBLR) 8-14% dan kematian bayi 3-8%.

B.       Diagnosis Malaria dalam Kehamilan
1.    Diagnosis Klinis (Tanpa Pemeriksaan Laboratorium)
a.    Malaria ringan/tanpa komplikasi
Pada anamnesis :        
·      Harus dicurigai malaria pada seseorang yang berasal dari daerah endemis malaria dengan demam akut dalam segala bentuk, dengan/tanpa gejala-gejala lain
·      Adanya riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria dalam 2 minggu terakhir
·      Riwayat tinggal di daerah malaria
·      Riwayat pernah mendapat pengobatan malaria
Pada pemeriksaan fisik :
·      Suhu > 37,5 0C
·      Dapat ditemukan pembesaran limpa
·      Dapat ditemukan anemia
·      Gejala klasik malaria khas terdiri dari 3 stadia yang berurutan, yaitu menggigil (15 ­ 60 menit), demam (2-6 jam), berkeringat (2-4 jam)
        Di daerah endemis malaria, pada penderita yang telah mempunyai imunitas terhadap malaria, gejala klasik di atas tidak timbul berurutan, bahkan tidak semua gejala tersebut dapat ditemukan. Selain gejala klasik di atas, dapat juga disertai gejala lain/gejala khas setempat, seperti lemas, sakit kepala, mialgia, sakit perut, mual/muntah,dan diare.
b.    Malaria berat
        Malaria berat/severe malaria/complicated malaria adalah bentuk malaria falsiparum serius dan berbahaya, yang memerlukan penanganan segera dan intensif. Oleh karena itu pengenalan tanda-tanda dan gejala-gejala malaria berat sangat penting bagi unit pelayanan kesehatan untuk menurunkan mortalitas malaria. Beberapa penyakit penting yang mirip dengan malaria berat adalah meningitis, ensefalitis, septikemi, demam tifoid, infeksi viral, dll. Hal ini menyebabkan pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan untuk menambah kekuatan diagnosis.
        WHO mendefinisikan Malaria berat sebagai ditemukannya P. falciparum bentuk aseksual dengan satu atau beberapa komplikasi/manifestasi klinik berat, yaitu :
·      Gangguan kesadaran sampai koma (malaria serebral)
·      Anemi berat (Hb < 5 g%, Ht < 15 %)
·      Hipoglikemi (kadar gula darah < 40 mg%)
·      Udem paru / ARDS
·      Kolaps sirkulasi, syok, hipotensi (sistolik < 70 mmHg pada dewasa dan < 50 mmHg pada anak-anak), algid malaria dan septicemia.
·      Gagal ginjal akut (ARF)
·      Jaundice (bilirubin > 3 mg%)
·      Kejang umum berulang ( > 3 kali/24 jam)
·      Asidosis metaboli
·      Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa.
·      Perdarahan abnormal dan gangguan pembekuan darah.
·      Hemoglobinuri
·      Kelemahan yang sangat (severe prostration)
·      Hiperparasitemi
·      Hiperpireksi (suhu > 40 0C)
c.    Malaria falsiparum tanpa komplikasi (uncomplicated) dapat menjadi berat (complicated) jika tidak diobati secara dini dan semestinya.
2.    Diagnosis Laboraturium (dengan Pemeriksaan Sediaan Darah)
                        Pemeriksaan mikroskopik masih merupakan yang terpenting pada penyakit malaria karena selain dapat mengidentifikasi jenis plasmodium secara tepat sekaligus juga dapat menghitung jumlah parasit sehingga derajat parasitemi dapat diketahui. Pemeriksaan dengan mikroskop :
a.    Pewarnaan Giemsa pada sediaan apusan darah untuk melihat parasit
b.    Pewarnaan Acridin Orange untuk melihat eritrosit yang terinfeksi
c.    Pemeriksaan Fluoresensi Quantitative Buffy Coat (QBC)
                        Sedangkan pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di puskesmas/lapangan/rumah sakit digunakan untuk menentukan nilai ambang parasit dan mengetahui kepadatan parasit (terutama penderita rawat inap) pada sediaan darah.
                        Metode diagnostik yang lain adalah deteksi antigen HRP II dari parasit dengan metode Dipstick test, selain itu dapat pula dilakukan uji immunoserologis yang lain, seperti :
a.    Tera radio immunologik (RIA)
b.    Tera immuno enzimatik (ELISA)
                        Adapun pemeriksaan genetika dan biomolekuler yang dapat dilakukan adalah dengan mendeteksi DNA parasit, dalam hal ini urutan nukleotida parasit yang spesifik, melalui pemeriksaan Reaksi Rantai Polimerase (PCR).
                        Di daerah yang tidak mempunyai sarana laboratorium dan tenaga mikroskopis, diagnosis malaria ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) tanpa pemeriksaan laboratorium.

Malaria pada kehamilan dipastikan dengan ditemukannya parasit malaria di dalam :
1.    Darah maternal
2.    Darah plasenta / melalui biopsy
Gambaran klinik malaria pada wanita non-imun (di daerah non-endemik) bervariasi
yaitu  :
1.    Malaria ringan tanpa komplikasi (uncomplicated malaria) dengan demam tinggi, sampai
2.    Malaria berat (complicated malaria) dengan risiko tinggi pada ibu dan janin (maternal mortality rate 20-50 % dan sering fatal bagi janin).
Sedangkan gambaran klinik malaria pada wanita di daerah endemik sering tidak jelas, mereka biasanya memiliki kekebalan yang semi-imun, sehingga :
1.    Tidak menimbulkan gejala, misalnya demam
2.    Tidak dapat didiagnosis klinik

C.      Pengaruh Malaria selama Kehamilan
1.    Pengaruh Malaria selama Kehamilan pada Ibu
                        Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan, tergantung pada tingkat kekebalan seseotrang terhadap infeksi parasit malaria dan paritas (jumlah
kehamilan). Ibu hamil dari daerah endemi yang tidak mempunyai kekebalan dapat
menderita malaria klinis berat sampai menyebabkan kematian.
                        Di daerah endemisitas tinggi, malaria berat dan kematian ibu hamil jarang
dilaporkan (15). Gejala klinis malaria dan densitas para sitemia dipengaruhi paritas,
sehingga akan lebuh berat pada primigravida (kehamilan pertama) daripada
multigravida (kehamilan selanjutnya) .
            Pada ibu hamil dengan malaria, gejala klinis yang penting diperhatikan adalah sebagai berikut :
a.    Demam
        Demam merupakan gejala akut malaria yang lebih sering dilaporkan pada ibu
hamil dengan kekebalan rendah atau tanpa kekebalan, terutama pada Primigravida.
Pada ibu hamil yang multigravida dari daerah endemisitas tinggi jarang timbul gejalamalaria termasuk demam, meskipun terdapat parasitemia yang tinggi (8,26).
b.    Anemia
        Menurut defenisi WHO, anemia pada kehamilan adalah bila kadar haemoglobin (Hb) < 11 g/ dl. Gregor (1984) mendapatkan data bahwa penurunan kadar Hb dalam darah hubungannya dengan parasitemia, terbesar terjadi pada primigravida dan berkurang sesuai dengan penyusunan peningkatan paritas (2). Van Dongen (1983) melaporkan bahwa di Zambia, primigravida dengan infeksi P. falciparum merupakan kelompokyang beresiko tinggi menderita anemia dibandingkan dengan multigravida (23). Di Nigeria Fleming (1984) melaporkan bahwa malaria sebagai penyebab anemia ditemukan pada 40% penderita anemia primigravida (24).
        Anemia pada malaria terjadi karena lisis sel darah merah yang mengandung
parasit. Hubungan antara anemia dan splenomegali dilaporkan oleh Brabin (1990)
yang melakukan penelitian pada wanita hamil di Papua Neu Geuinea, dan
menyatakan bahwa makin besar ukuran limpa makin rendah nilai Hb-nya (28). Pada penelitian yang sama Brabin melaporkan hubungan BBLR (berat badan lahir rendah) dan anemia berat pada primigravida. Ternyata anemia yang terjadi pada trimester I kehamilan, sangat menentukan apakah wanita tersebut akan melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau tidak karena kecepatan pertumbuhan maksimal janin terjadi sebelum minggu ke 20 usia kehamilan.
        Laporan WHO menyatakan bahwa anemia berpengaruh terhadap morbiditas ibu hamil, dan secara tidak langsung dapat menyebabkan kematian ibu dengan
meningkatnya angka kematian kasus yang disebabkan oleh pendarahan setelah
persalinan (Post-partum hemorrhage).
c.    Hipoglikemia
        Hipoglikemia juga terdapat sebagai komplikasi malaria, sering ditemukan pada wanita hamil daripada tidak hamil. Pada wanita hamil terjadi perubahan metabolism karbohidrat yang cenderung menyebebkan terjadinya Hipoglikemia, terutama pada trimester akhir kehamilan (3,21,22). Dilaporkan juga bahwa sel darah merah yang terinfeksi parasit malaria memerlukan glukosa 75 kali lebih banyak daripada sel darah merah yang tidak terinfeksi, sehingga pada penderita dengan hiperparasitemia dapat terjadi hipoglikemia. Selain daripada itu, pada wanita hamil dapat terjadi hipoglikemia karena meningkatnya fungsi sel B pankreas, sehingga pembentukan insulin bertambah .
        Seorang menderita hipoglikemia bila kadar glukosa dalam darah lebih rendah
dari 2, 2 m.mol perliter. Mekanisme terjadinya hipoglikemia sangat kompleks dan
belum diketahui secara pasti. Berdasarkan faktor tersebut diatas jelaslah bahwa
wanita hamil yang terinfeksi malaria cenderung untuk menderita hipoglikemia.
Migasena (1983) melaporkan bahwa wanita hamil diantara 6 kasus menderita
hipoglikemia dan White (1983) mendapatkan 50% kasus hipoglikemia yang diteliti
ternyata wanita hamil (14,27).
        Gejala hipoglikemia dapat berupa gangguan kesadaran sampai koma.Bila
sebelumnya penderita sudah dalam keadaan koma karena ‘ malaria serebral’,maka
komanya akan lebih dalam lagi. Penderita ini bila diinjeksikan glukosa atau diinfus
dengan dekstrosa maka kesadarannya akan pulih kembali, tetapi karena ada hiperinsulinemia,keadaan hipoglikemia dapat kambuh dalam beberapa hari.
d.   Edema paru akut
        Biasanya kelainan ini terjadi setelah persalinan bagaimana cara terjadinya
edema paru ini masih belum jelas kemungkinan terjadi karena autotransfusi darah
post-partum yang penuh dengan sel darah merah yang terinfeksi. Gejalanya, mulamula frekuensi pernafasan meningkat, kemudian terjadi dispenia (sesak nafas) dan penderita dapat meninggal dalam waktu beberapa jam (3,21,22).
e.    Malaria Berat Lainnya
        Menurut WHO, penderita malaria berat adalah penderita yang darah tepinya
mengandung stadium aseksual palsmodium falciparum yang disertai gejala klinik
berat dengan catatan kemungkinan penyakit lain telah disingkirkan3.
        Gejala klinik dan tanda malaria berat antara lain hiperparasitemia (> 5% sdm
terinfeksi), malaria otak, anemia berat (Hb < 7,1 g/ dl), hiperpereksia (suhu > 40
oC), edema paru, gaagl ginjal, hipoglikemia, syok (3,21,22). Gejala dan tanda-tanda malaria tersebut diatas perlu diperhatikan, karena kasus ini memerlukan
penanganan khusus baik untuk keselamatan ibu maupun untuk kelangsungan hidup
janinnya.
2.    Pengaruh Malaria selama Kehamilan pada Janin
Malaria falciparum sangat berbahaya terutama pada trimester terakhir kehamilan diantaranya adalah :
a.    Kematian janin dalam kandungan
Kematian janin intrauterin dapat terjadi akibat hiperpireksia, anemi berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi transplasental
b.    Abortus
Abortus pada usia kehamilan trimester I lebih sering terjadi karena demam tinggi sedangkan abortus pada usia trimester II disebabkan oleh anemia berat.
c.    Persalinan prematur
Umumnya terjadi sewaktu atau tidak lama setelah serangan malaria yang disebabkan oleh febris, dehidrasi, asidosis atau infeksi plasenta.
d.   Bayi berat lahir rendah
Penderita malaria biasanya menderita anemi sehingga akan berakibat terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan.
e.    Malaria kongenital
Plasenta merupakan barier utama dari parasit malaria, dan status kekebalan ibu berperan menghambat transmisi tersebut. Oleh sebab itu pada banyak ibu-ibu yang non imun dan semi imun terjadi transmisi malaria intra-uterin ke janin, sehingga menyebabkan penetrasi langsung melalui villi chorion, separasi plasenta yang prematur, dan transfusi fisiologis darah ibu ke sirkulasi darah janin di dalam uterus.

D.      Penanganan Malaria dalam Kehamilan
1.    Pengontrolan Malaria
            Pengontrolan malaria dalam kehamilan tergantung derajat transmisi, berdasarkan gabungan hal-hal di bawah ini,yaitu :
a.    Diagnosis dan pengobatan malaria ringan dan anemia ringan sampai moderat
b.    Kemoprofilaksis
c.    Penatalaksanaan komplikasi malaria berat, termasuk anemia berat
d.   Pendidikan kesehatan dan kunjungan yang teratur untuk ante natal care (ANC).
ANC teratur adalah dasar keberhasilan penatalaksanaan malaria dalam kehamilan, yang bertujuan untuk memberikan pendidikan kesehatan termasuk penyuluhan tentang malaria dan dampaknya (malaria serebral, anemi, hipoglikemi, edema paru, abortus, pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, kematian janin dalam rahim, dll) pada kehamilan di semua lini kesehatan (Posyandu, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit),Memantau kesehatan ibu dan janin serta kemajuan kehamilan,Diagnosis dan pengobatan yang tepat (tepat waktu) dan Memberikan ibu suplai obat untuk kemoprofilaksis.
e.    Perlindungan pribadi untuk mencegah kontak dengan vektor, misal : pemakaian kelambu.
f.     Pemeriksaan hemoglobin dan parasitologi malaria setiap bulan.
g.    Pemberian tablet besi dan asam folat serta imunisasi TT lengkap.
h.    Pada daerah non resisten klorokuin :
·      Ibu hamil non-imun diberi Klorokuin 2 tablet/minggu dari pertama datang/setelah sakit sampai masa nifas
·      Ibu hamil semi imun diberi sulfadoksin-pirimetamin (SP) pada trimester II dan III awal
Pada daerah resisten klorokuin semua ibu hamil baik non imun maupun semi imun diberi SP pada trimester II dan III awal
2.    Penanganan Malaria di Puskesmas dan Rumah Sakit
a.    Kriteria rawat jalan
·      Gejala klinis malaria tanpa komplikas
·      Bukan malaria berat
·      Parasitemia < 5%
b.    Kriteria rawat tinggal
·      Gejala klinis malaria dengan komplikasi
·      Malaria berat
·      Parasitemia > 5%
c.    Kriteria rujukan
Semua penderita yang memenuhi kriteria rawat tinggal (malaria berat) tetapi fasilitas/kemampuan perawatan setempat tidak mencukupi, perlu dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan tenaga dokter spesialis.

E.       Kontrol Malaria selama Kehamilan
1.    Kemoprofilaksis
            Strategi kontrol malaria saat ini untuk kehamilan masih merupakan pemberian kemoprofilaksis anti malaria yang rutin yaitu klorokuin pada setiap wanita hamil dalam daerah endemi malaria. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kemoprofilaksis dapat mengurangi anemia pada ibu dan menambah berat badan lahir terutama pada kelahiran pertama. Resiko malaria dan konsekwensi bahayanya tidak meningkat selama kehamilan kedua pada wanita yang menerima kemoprofilaksis selama kehamilan pertama.
            Pada daerah endemisitas tinggi untuh P. falciparun infeksi malaria selama
kehamilan menyebabkan rendahnya berat bayi lahir merupakan faktor resiko yang
paling besar untuk mortalitas neonatal17. Kemoprofilaksis yang diberikan selama
kehamilan dapat meningkatkan berat kelahiran rata-rata, terutama pada kehamilan
pertama dn menurunkan tingkat mortalitas bayi kira-kira 20%11.Rata-rata bayi yang dilahirkan pada kehamilan pertama bagi ibu yang menerima kemoprofilaksis lebih tinggi daripada berat bayi yang ibunya tidak menerima kemoprofilaksis. Kelahiran mati dan setelah mati lahir lebih kurang pada bayi dan ibu-ibu yang menerima kemoprofilaksis dibandingkan denghan bayi dari ibu-ibu yang tidak mendapat kemoprofilaksis.
2.    Kemoterapi
            Kemoterpi tergantung pada diagnosis dini dan pengobatan klinis segera.Kecuali pada wanita yang tidak kebal, efektifitas kemoterpi pada wanita hamil
tampak kurang rapi karena pada wanita imun infeksi dapat berlangsung tanpa gejala. Pada wanita dengan kekebalan rendah, walaupun dilakukan diagnosis dini dan pengobatan segera ternyata belum dapat mencegah perkembanagan anemia pada ibu dan juga berkurangnya berat badan lahir bayi.
3.    Mengurangi Kontak dengan Vektor
            Mengurangi kontak dengan vektor seperti insektisida, pemakaian kelabu yang dicelup dengan insektisida mengurangi prevalensi parasitemia, khususnya densitas tinggi, insidens klinis dan mortalitas malaria. Pada wanita hamil di Thailand dilaporkan bahwa pemakaian kelambu efektif dalam mengurangi anemia maternal dan parasitemia densitas tinggi, tetapi tidak efektif dalam meningkatkan berat badan lahir rendah.
4.    Vaksinasi
            Target vaksin malaria antara lain mengidentifikasi antigen protektif pada ketiga permukaan stadium parasit malaria yang terdiri dari sporozoit, merozoit, dan gametosit.Kemungkinan penggunaan vaksin yang efektif selama kehamilan baru muncul dan perlu pertimbangan yang kompleks. Tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan vaksin untuk mencegah malaria selama kehamilan, yaitu :
a.    Tingkat imunitas sebelum kehamilan
b.    Tahap siklus hidup parasit
c.    Waktu pemberian vaksin
           
F.       Pengobatan Malaria dalam Kehamilan
1.    Pada semua ibu hamil dengan malaria, pada kunjungan ANC pertama diberi pengobatan dosis terapeutik anti malaria
2.    Pencegahan anemi dimulai pada saat ini :
a.    Suplemen besi : 300 mg sulfas ferrosus (60 mg elemen besi)/hari, dan 1 mg folic acid/hari.
b.    Untuk pengobatan anemia moderat (Hb 7-10 g/dl) diberikan dosis besi 2x lipat.
c.    Periksa Hb setiap kali kontrol.
                 Kebijakan pengobatan malaria (P.falciparum dan P.vivax) di Indonesia hanya menganjurkan pemakaian klorokuin dosis terapeutik untuk pengobatan dalam kehamilan, sedangkan kinin untuk pengobatan malaria berat.Di daerah P.falciparum resisten klorokuin, dapat diberikan pengobatan alternatif yaitu :
1.    Sulfadoksin- pirimetamin (SP) 3 tablet dosis tunggal
2.    Garam Kina 10 mg/kg.bb per oral 3 kali selama 7 hari (minimun 3 hari + SP 3 tablet dosis tunggal hari pertama)
3.    Meflokuin dapat dipakai jika sudah resisten dengan Kina atau SP, namun penggunaannya pada kehamilan muda harus benar-benar dipertimbangkan, karena data penggunaannya pada trimester I masih terbatas.
Jika terjadi resistensi ganda pilihan terapi adalah sebagai berikut :
1.    Garam Kina 10 mg/kg.bb per oral 3 kali selama 7 hari  DITAMBAH Klindamisin 300 mg 4 kali sehari selama 5 hari. (dapat dipakai di daerah resisten kina).
2.    Artesunat 4 mg/kg.bb oral dibagi beberapa dosis hari I, disambung 2 mg/kg.bb oral dosis tunggal selama 6 hari. (dapat dipakai pada trimester II dan III, dan jika tidak ada alternatif lain).

G.      Penatalaksanaan Malaria dengan Komplikasi
1.    Malaria serebral
                        Malaria serebral didefinisikan sebagai unarousable coma pada malaria falciparum,dengan manifestasi perubahan sensorium yaitu perilaku abnormal dari yang paling ringan sampai coma yang dalam. Gangguan kesadaran pada malaria serebral diduga karena adanya gangguan metabolisme di otak. Prinsip penanganan malaria serebral sama dengan malaria berat.
2.    Hipoglikemia
                        Hipoglikemia sering terjadi pada ibu hamil baik sebelum maupun sesudah terapi kina akibat meningkatnya kebutuhan metabolic selama demam, penyebab lain diduga karena terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria. Tindakan diberikan glukosa 40 % secara bolus, kemudian infuse glukosa 10 % perlahan-lahan untuk maintenance/ mencegah hipoglikemia berulang. Monitor teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.
3.    Edema Paru
                        Edema paru merupakan komplikasi fatal yang sering menyebabkan kematian oleh karenanya pada malaria berat sebaiknya dilakukan penanganan untuk mencegah terjadi edema paru.Bila ada tanda edema paru akut berikan oksigen untuk memperbaiki hipoksia,batasi pemberian cairan, bila disertai anemia berikan PRC dan berikan diuretik bila perlu diulang satu jam kemudian atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg (maksimun).




























BAB V
PENUTUP



A.      Simpulan
                 Malaria pada kehamilan merupakan masalah yang serius mengingat pengaruhnya terhadap ibu dan janin, yang bila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat dapat meningkatkan angka kematian ibu dan neonatus.Masalah diagnosis malaria menjadi hambatan karena fasilitas laboratorium yang kurang memadai terutama di puskesmas sebagaiujung tombak pelayanan kesehatan, maka penting untuk meningkatkan kemampuan diagnosis klinis dan mengenali komplikasi diikuti dengan peng-obatan yang baik dan akurat.
                 Penanggulangan malaria dalam kehamilan dapat dimulai secara dini melalui kunjungan ANC dengan memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang pencegahan malaria dan pengobatan profilaksis bagi yang tinggal di daerah endemis.
                 Klorokuin masih merupakan obat terpilih untuk pengobatan malaria dalam kehamilan dan Kina untuk pengobatan malaria berat.
                 Diperlukan sistem pelayanan kesehatan berjenjang (rujukan) dari puskesmas ke rumah sakit dengan fasilitas yang memadai untuk menanganikasus-kasus malaria berat dengan komplikasi.

B.       Saran
           










DAFTAR PUSTAKA


Panggabean.2010.Malaria.diunduh tanggal 9 Mei 2014 dari http://repository.usu.ac.id             /bitstream/123456789/20157/4/Chapter%20II.pdf
Sina,Ibnu.2010.Malaria.diunduh tanggal 9 Mei 2014 dari http://referensiartikelkedokteran.            blogspot.com

Diah,Wulandari.2009.Komunikasi dan konseling dalam praktik kebidanan.Jogyakarta:Nuha          medika







Posting Komentar untuk "MALARIA ( PENGERTIAN JENIS GEJALA CARA PENULARAN)"