BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perdarahan postpartum
adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak lebih dari 500cc yang terjadi
setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau sesudah kelahiran plasenta.
Menurut waktu kejadiannya, perdarahan postpartum sendiri dapat dibagi atas
perdarahan postpartum primer yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir, dan
perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6
minggu setalah kelahiran bayi.
Atonia uteri menjadi
penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan. Lebih dari separuh jumlah
seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian
besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Walaupun seorang perempuan
dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan setelah persalinan, namun ia
akan menderita anemia berat (Faisal, 2008).
Insidensi perdarahan
postpartum pada negara maju sekitar 5% dari persalinan, sedangkan pada Negara
berkembang bisa mencapai 28% dari persalinan dan menjadi masalah utama dalam
kematian ibu. Penyebabnya 90% dari atonia uteri, 7% robekan jalin lahir,
sisanya dikarenakan retensio plasenta dan gangguan pembekuan darah (Parisaei,
et all., 2008).
Di Indonesia diperkirakan
ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan. Setiap tahunnya paling sedikit
128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal. Perdarahan pasca
persalinan terutama perdarahan postpartum primer merupakan perdarahan yang
paling banyak menyebabkan kematian ibu. Perdarahan postpartum primer yaitu
perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran
(Faisal, 2008)
Menurut Kementerian
Kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kematian ibu melahirkan adalah
perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Anemia dan kekurangan
energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan
dan infeksi yang merupakan faktor utama kematian ibu. Menurut data WHO, di
berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan
oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai
hampir 60 persen (PP dan KPA, 2010).
Menurut WHO, Negara yang
berkembang memiliki angka kematian ibu 25% kematian ibu itu disebabkan oleh
Perdarahan Post Partum. Terhitung lebih dari 100.000 kematian maternal
pertahun. Menurut bulletin “american collage of obstetrician and
gynecologists” menempatkan perkiraan 140.000 kematian ibu pertahun.
Di Provinsi Sumatera
Utara AKI dalam 7 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 360
per 100.000 kelahiran hidup tahun 2002 menjadi 345 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2003, 330 per 100.000 tahun 2004, 320 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2005, 315 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2006, 275 per 100.000
kelahiran hidup tahun 2007, dan pada tahun 2008 menjadi 260 per 100.000
kelahiran hidup yang masih lebih tinggi bila dibandingkan rata-rata nasional
tahun 2007 yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Provsu, 2009).
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan
perdarahan primer?
2.
Apa saja macam-macam perdarahan
primer?
3.
Apa saja penyebab terjadinya
perdarahan primer?
4.
Bagaimana cara penanganan
perdarahan primer?
C. Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui dan
memahami tentang perdarahan primer.
2. Menambah pengetahuan
tentang perdarahan primer.
3. Dapat mengetahui
mengenai pengertian, etiologi, factor penyebab, dan juga penatalaksanaan
perdarahan primer.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang
terjadi setelah bayi lahir. Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah
darah secara akurat karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pada
pakaian atau kain alas. Oleh karena itu bila terdapat perdarahan lebih banyak
dari normal, sudah dianjurkan untuk melakukan pengobatan sebagai perdarahan
postpartum.
B.
TAHAPAN
Menurut waktu terjadinya perdarahan dibagi atas
dua bagian :
1. Perdarahan post partum primer ( early
postpartum haemorrage) yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama
setelah bayi lahir
2. Perdarahan post partum sekunder ( late post
partum haemorrage) yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam persalinan
C.
MACAM-MACAM
Perdarahan post partum primer, terdiri atas :
a.
Retensio Plasenta
b.
Atonia Uteri
c.
Perlukaan Jalan Lahir
d.
Inversio Uteri
e.
Kelainan pembekuan darah :
solusio plasenta, pre-eklampsi dan eklampsi
D.
PENGELOLAAN UMUM
1. Selalu siapkan tindakan
gawat darurat.
2. Tata laksana persalinan
kala III secara
aktif.
3. Minta pertolongan pada petugas lain untuk
membantu bila dimungkinkan.
4. Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu
meliputi kesadaran nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu.
5. Jika terdapat syok lakukan
segera penanganan.
6. Periksa kandung kemih, bila penuh kosongkan.
7. Cari penyebab perdarahan dan lakukan
pemeriksaan untuk menentukan penyebab perdarahan.
E.
PENANGANAN BERDASARKAN PENYEBAB
Penanganan pada kejadian postpartum primer :
1. Retensio plasenta
a. Pengertian
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum
lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sebab-sebabnya adalah :
1) Placenta belum terlepas
dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam, yang menurut tingkat
perlekatannya dibagi menjadi :
a). Placenta
Adhesiva, yang melekat pada desidia endometrium lebih dalam.
b). Placenta
Inkreta, dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidia
sampai ke miometrium.
c). Placenta Akreta, yang menembus
lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum menembus ke serosa.
d). Placenta Perkreta, yang menembus
sampai ke serosa atau peritoneum dinding rahim.
2) Placenta sudah lepas
tatapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan
banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim
akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi placenta keluar ( placenta
inkarserata ).
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang
sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya
perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul
perdarahan. Placenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum
penuh, karena itu keduanya harus kosong
b. Penanganan
Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali
pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih
dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual. Placenta Manual adalah
tindakan untuk melenas placenta secara manual ( menggunakan tangan ) dari
tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.
Prosedur manual plasenta sebagai berikut:
Persiapan
1) Pasang set dan cairan infus, berikan garam
fisiologik atau cairan ringer laktat 60 tetes/menit.
2)
Jelaskan pada ibu prosedur
dan tujuan tindakan ( persetujuan tindakan medis).
3) Laukan
anestesi verbal atau berikan sedativa dan analgetika.
4) Siapkan dan jalankan
prosedur pencegahan infeksi.
Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri
5) Pastikan kandung kemih
dalam keaadaan kosong.
6) Jepit tali pusat dengan
klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.
7) Secara obstetrik, masukan
tangan lainnya ( punggung tangan menghadap kebawah) kedalam vagina dengan
menelusuri sisi bawah tali pusat.
8) Setelah mencapai bukaan
serviks, minta seorang asisten/penolong lalin untuk memegangkan klem tali pusat
kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.
9) Sambil menahan fundus
uteri, masukan tanga dalam hingga ke kavum uteri seingga mencapai tempat
implantasi plasenta.
10) Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar
seperti memberi salam ( ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari jari lain
saling merapat.
Melepas plasenta dari dinding uterus
11) Tentukan implantasi
plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
a) Bila plasenta
berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebelah atas dan sisipkan
ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung
tangan menghadap kebawah ( posterior ibu ).
b) Bila korpus depan maka
pindahkan tangan kesebelah atas tal pusat dan sisipkan ujung jari jari tangan
diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (
anterior ibu ).
12) Setelah ujung-ujung jari
masuk diantara plasenta dan dinding uteru maka perluas pelepasan plaenta dengan
jalan menggeser tangan ke kanan dan ke kiri sambl digeserkan ke atas ( kranial
ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dindin uterus.
Catatatan :
a) bila tepi plasenta tidak
teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama tinggi dengan dinding uterus
maka hentikan upaya plasenta manual karena hal itu menunjukan plasenta inkreta (
tertanam dalam miometrium).
b) Bila hanya sebagian dari
implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya melekat erat maka
hentikannlah pula plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta
akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi utero tonika tambahan (
misoprostol 600 mcg per rektal ) sebelu dirujuk ke fasilitas rujukan.
Mengeluarkan Plasenta
13) Sementara satu tangan
masih di dalam kavum uteri lakuakan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa
plasenta yang tertinggal.
14) Pindahkan tangan luar dari
fundus ke supra simfisis( tahan segmen bawah uteru) kemudian instruksikan
asisten/penolong untuk menarik tali pusat tangan dalam membawa plasenta keluar
( hindari terjadinya percikan darah).
15) Lakukan penekanan ( dengan tanga yang menahan
surpra simfisis) uterus ke arah dorso kranial setelah plasenta dilahirkan dan
tempatkan plasenta didalam wadah yang telah disediakan.
Pencegahan infeksi pasca tindakan
16) Dekontaminasi sarung
tangan ( sebelum dilepaskan 0 dan peralatan lain yang digunakan.
17) Lepaskan dan rendam sarung
tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
18) Cuci tangan dengan sabun
dan air bersih mengalir.
19) Keringkan tangan dengan
handuk bersih dan kering.
Pemantauaan pasca tindakan
20) Periksa kembali tanda
vital ibu.
21) Catat kondisi ibu dan buat
laporan.
22) Tuliskan rencana
pengobatan, tindakan yang maÃz diperlukan dan asuhan lanjutan.
23) Beritahukan
pada ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih
memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan.
24) Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindagan
sebelum pindah ke ruang rawat gabung.
Setelah plasenta
dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, segera dilakukan kompresi
bimanual uterus interna dan disuntikkan oksitosin 10 IU IM atau Ergometrin
0.2 mg IM atau IV sampai kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta, risiko atonia
uteri tinggi oleh karena itu harus segera dilakukan tindakan pencegahan
perdarahan postpartum.
Apabila kontraksi rahim tetap
buruk, dilanjutkan dengan tindakan sesuai prosedur tindakan pada atonia uteri. Plasenta
akreta ditangani dengan histerektomi oleh karena itu harus dirujuk ke rumah
sakit.
2. Atonia uteri
a. Pengertian
Atonia uteri terjadi bila
miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada
daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia merupakan penyebab
tersering perdarahan postpartum; sekurang-kuranya 2/3 dari semua perdarahan postpartum
disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan
atonia uteri, harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang
berisiko terjadinya atonia uteri. Kondisi ini mencakup:
1) Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari
kondisi normal seperti pada : polihidramnion , kehamilan kembar ,makrosomi
2) Persalinan lama
3) Persalinan terlalu cepat
4) Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
5) Infeksi intrapartum
6) Paritas tinggi
Jika seorang wanita
memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang berisiko ini, maka penting bagi
penolong persalinan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya atoni uteri
postpartum. Meskipun demikian, 20% atoni uteri postpartum dapat terjadi pada
ibu tanpa faktor-faktor risiko ini. Adalah penting bagi semua penolong
persalinan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan awal
terhadap masalah yang mungkin terjadi selama proses persalinan.
b. Penanganan
Langkah dalam upaya mencegah atonia uteri
ialah melakukan penanganan kala tiga
secara aktif. Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum
pasien. Pasien bisa masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai
syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung pada keadaaan
klinisnya.
Langkah-langkah
penatalaksanaan atonia uteri
pascapersalinan:
No.
|
Langkah
|
Keterangan
|
1.
|
Lakukan masase fundus uteri segera setelah
plasenta dilahirkan
|
Masase merangsang kontraksi uterus. Sambil
melakukan masase sekaligus dapat dilaku-kan penilaian kontraksi uterus
|
2.
|
Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban
dan gumpalan darah.
|
Selaput ketuban atau gumpalan darah dalam
kavum uteri akan dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik
|
3.
|
Mulai lakukan kompresi bimanual interna. Jika
uterus berkontraksi keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap
tidak berkontraksi teruskan kompresi bimanual interna hingga 5 menit
|
Sebagian besar atonia uteri
akan teratasi dengan tindakan ini. Jika kompresi bimanual tidak berhasil
setelah 5 menit, diperlukan tindakan lain s
|
4.
|
Minta keluarga untuk melakukan kompresi
bimanual eksterna
|
Bila penolong hanya seorang diri, keluarga
dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal selama anda
melakukan langkah-langkah selanjutnya.
|
5.
|
Berikan Metil ergometrin
0,2 mg intramuskular/ intra vena
|
Metil ergometrin yang
diberikan secara intramuskular akan mulai bekerja dalam 5-7 menit dan
menyebabkan kontraksi uterus
Pemberian intravena bila
sudah terpasang infus sebelumnya
|
6.
|
Berikan infus cairan larutan Ringer laktat
dan Oksitosin 20 IU/500 cc
|
Anda telah memberikan Oksitosin pada waktu
penatalaksanaan aktif kala tiga dan Metil ergometrin intramuskuler. Oksitosin
intravena akan bekerja segera untuk menyebabkan uterus berkontraksi.
Ringer Laktat akan membantu memulihkan volume
cairan yang hilang selama atoni. Jika uterus wanita belum berkontraksi selama
6 langkah pertama, sangat mungkin bahwa ia mengalami perdarahan postpartum
dan memerlukan penggantian darah yang hilang secara cepat.
|
7.
|
Mulai lagi kompresi bimanual interna atau
Pasang tampon uterovagina
|
Jika atoni tidak teratasi setelah 7 langkah
pertama, mungkin ibu mengalami masalah serius lainnya.
Tampon uterovagina dapat dilakukan apabila
penolong telah terlatih.
Rujuk segera ke rumah sakit
|
8.
|
Buat persiapan untuk
merujuk segera
|
Atoni bukan merupakan
hal yang sederhana dan memerlukan perawatan gawat darurat di fasilitas dimana
dapat dilaksanakan bedah dan pemberian tranfusi darah
|
9.
|
Teruskan
cairan intravena hingga ibu mencapai tempat rujukan
|
Berikan infus 500 cc cairan pertama dalam waktu 10
menit. Kemudian ibu memerlukan cairan tambahan, setidak-tidaknya 500 cc/jam
pada jam pertama, dan 500 cc/4 jam pada jam-jam berikutnya. Jika anda tidak
mempunyai cukup persediaan cairan intravena, berikan cairan 500 cc yang
ketiga tersebut secara perlahan, hingga cukup untuk sampai di tempat rujukan.
Berikan
ibu minum untuk tambahan rehidrasi.
|
10.
|
Lakukan
laparotomi :
Pertimbangkan
antara tindakan mempertahankan uterus dengan ligasi arteri uterina/ hipogastrika
atau histerektomi
|
Pertimbangan antara lain paritas, kondisi ibu, jumlah
perdarahan.
|
Kompresi
Bimanual Internal
Letakan satu tangan anda
pada dinding perut, dan usahakan untuk menahan bagian belakang uterus sejauh
mungkin. Letakkan tangan yang lain pada korpus depan dari dalam vagina,
kemudian tekan kedua tangan untuk mengkompresi pembuluh darah di dinding
uterus. Amati jumlah darah yang keluar yang ditampung dalam pan. Jika
perdarahan berkurang, teruskan kompresi, pertahankan hingga uterus dapat
berkontraksi atau hingga pasien sampai di tempat rujukan. Jika tidak berhasil,
cobalah mengajarkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal
sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksaan atonia uteri.
Kompresi Bimanual
Eksternal
Letakkan satu tangan anda pada dinding perut,
dan usahakan sedapat mungkin meraba bagian belakang uterus. Letakan tangan yang
lain dalam keadaan terkepal pada bagian depan korpus uteri, kemudian rapatkan
kedua tangan untuk menekan pembuluh darah di dinding uterus dengan jalan
menjepit uterus di antara kedua tangan tersebut.
3. Perlukaan Jalan Lahir
a. Pengertian
Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah
lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan
tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan terdiri dari:
1. Robekan Perineum
Dibagi atas 4 tingkat
Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina
dengan atau tanpa mengenai kulit perineum.
Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina
dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani .
Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot
sfingter ani .
Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum.
2. Robekan
serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus
presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan
operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan
lahir termasuk serviks.
b. Penanganan
1) Episiotomi, robekan perineum, dan robekan
vulva
Ketiga jenis perlukaan
tersebut harus dijahit.
a) Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan
perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan
secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight).
b) Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan
penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai
pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi
tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan
kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting.
Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
Mula-mula otot-otot
dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut
secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari
puncak robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.
c) Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III
mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal
dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga
bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan
dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 – 3 jahitan catgut
kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis
seperti menjahit robekan perineum tingkat II.
d) Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum
tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan
resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan
sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan
rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.
2) Robekan serviks
Robekan serviks paling
sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir depan dan bibir belakang serviks dijepit
dengan klem Fenster . Kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak
robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai
dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan.
4.
Inversio
uteri
a. Pengertian
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus
uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri ( Mochtar R,
hal 304).
Penyebabnya bisa terjadi secara spontan atau
karena tindakan. Faktor yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang
lembek, lemah, tipis dindingnya, tarikan tali pusat yang berlebihan. Yang
spontan dapat terjadi pada grandemultipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan,
dan tekanan intra abdominal yang tinggi. Yang karena tindakan dapat
disebabkan cara Crede yang berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada manual
plasenta yang dipaksakan, apalagi bila ada perlekatan pada dinding rahim.
b. Penanganan
1) Bila terjadi perdarahan atau syok, berikan infus dan
tranfusi darah serta perbaikan keadaan umum.
2) Segera lakukan reposisi
kalau perlu dalam narkosa ( berikan petidin 1mb/kg BB IM atau IV).
3) Bila tidak berhasil maka
lakukan tindakan operatif.
4) Berikan
antibiotika profilaksis dosis unggal setelah mereposisi uterus : ampisilin 2g
IV DITAMBAH metronidasol 500 mg IV, ATAU sefazolin 1g IV DITAMBAH metronidasol
500mg IV ).
Penanganan pada kejadian post
partum sekunder :
1. Jika terjadi anemia berat ( HB < 8
g/dl atau hematokrit < 20% ), siapkan tranfusi dan berikan tablet besi
oral ( sulfas ferosus 600mg atau ferous fumarat 120mg) dan asam folat 400
mcg per oral sekali sehari selam 6 bulan.
2. Jika terdapat tanda tanda infeksi ( demam
sekret vagina yang berbau) berikan antibiotika untuk metritis sampai ibu bebas
demam selama 48 jam.
3. Berikan
oksitosin 10 IU IM.
4. Jika serviks masih berdilatasi, lakukan
eksplorasi manual untuk mengeluarkan bekuan bekuan besar dan sisa
plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik serua dengan teknik
yang digunakan untuk mengekuarkan plasenta yang tidak keluar.
5. Jika serviks tidak berdilatasi, evakuasi
uterus untuk mengeluarkan sisa plasenta dengan aspirasi vakum manual.
6. Pada kasus yang lebih
jarang, jika perdarahan terus berlanjut,
pikirkan kemungkinan ligasi arteri uterina atau utero ovarika atau histerektomi.
7. Lakukan pemeriksaaan histologi dri jaringan hasil kuret atau
histerektomi, jika memungkinkan, unuk menyingkirkan penyakit trofoblas ganas.
BAB
III
PEMBAHASAN
PENDOKUMENTASIAN
HASIL ASUHAN KEBIDANAN 2 JAM POST PARTUM
PADA
NY “S” G2P2A0 umur 27 tahun DENGAN ATONIA
UTERI
DI
BPS PERMATA BUNDA
TANGGAL
6 APRIL 2015
Nomor Register : 021324-2015-24
Pengkaji : bidan Yuna
Hari/Tanggal : Sabtu, 6 April 2015
Jam : 09.00 WIB
Tempat : BPS Permata Bunda
A. Data Subjektif
1. Identitas
Istri Suami
Nama :
Ny. S Nama :
Tn. K
Umur :
27 tahun Umur : 29 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama :
Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMK
Pekerjaan :
honorer Pekerjaan : swasta
Alamat :
Jl. Padat Karya
2. Keluhan Utama
·
Ibu mengatakan senang bayi dan
plasenta sudah lahir.
·
Ibu mengatakan ini adalah anak
keduanya.
·
Ibu mengatakan belum pernah
mengalami keguguran.
·
Ibu mengatakan mengalami
atonia uteri pada persalinan anak pertamanya.
·
Ibu mengatakan perutnya masih
terasa mules.
·
Ibu mengatakan lelah
·
Ibu mengatakan perutnya terasa
lembek.
B. Data objektif
KU : lemah
TTV : nadi : 78 x/m
Pernapasan : 20 x/m
Suhu
: 36,5 oC
Tekanan
darah : 100/70 mmHg
TB : 162 cm
BB : 65 kg
LILA : 24,5 cm
Pemeriksaan fisik
1.
Kepala
Kebersihan : cukup
Distibusi : merata
Kerontokan : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
2.
Wajah
Warna kulit : pucat
Oedema : tidak ada
3.
Mata
Konjungtiva : anemis
Sklera : ikterik
4.
Hidung
Kebersihan : cukup
Pengeluaran : normal
5.
Telinga
Kebersihan : cukup
Pengeluaran : normal
6.
Mulut
Kelembaban : cukup
Kebersihan : cukup
Skorbut : tidak ada
Karies : tidak ada
7.
Leher
Vena Jugularis : tidak ada pembesaran
Kelenjar tyroid: tidak ada pembengkakan
Kelenjar parotis: tidak ada pembengkakan
8.
Payudara
Bentuk : simetris
Papila mamae : menonjol
Aerola mamae : hyperpigmentasi
Nyeri tekan : tidak ada
Pengeluaran : ada (ASI)
9.
Abdomen
Bekas luka operasi : tidak ada
Striae : ada
Palpasi : TFU : Setinggi pusat
HIS : Teraba lembek, setelah 15 detik plasenta
lahir uterus
tidak berkontraksi.
Kemih :
kosong
10. Genetalia
Vulva : Pengeluaran : 550 cc
Kebersihan : bersih
Eodema : tidak
ada
Varises : tidak
ada
Pembengkakan : tidak ada
Kenjar batholini : normal
Anus : tidak ada haemoroid
11.
Ekstremitas
atas
Eodema : tidak ada
Kuku : tidak sianosis
Turgor : baik
Tonus otot : kuat
Ekstremitas bawah
Eodema : tidak ada
Kuku :
tidak sianosis
Turgor : baik
Tonus otot : kuat
Varises : tidak ada
Refleks Patella : +/+
Pemeriksaan Penunjang
HB :
8gr%
Urin protein :
-
Glukosa :
-
C. Analisa
Data
Ny. S umur 27 tahun, G2P2A0,
dengan atonia uteri, KU ibu lemah.
D. Penatalaksanaan
1.
Memberitahukan ibu dan keluarga mengenai hasil pemeriksaan.
2. Menghentikan perdarahan
dengan
tindakan Kompresi Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit. Dengan cara sebagai berikut :
a. Memakai sarung tangan steril, kemudian dengan lembut memasukkan tangan
(dengan cara menyatukan kelima ujung jari) melalui introitus ke dalam vagina ibu.
b. Memeriksa vagina dan serviks, bersihkan selaput
ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri.
c. Mengepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior tekan dinding anterior
uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus
ke arah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan dan belakang
d. Menekan kuat uterus
diantara kedua tangan. Kompresi uterus ini akan memberikan tekanan langsung
pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding uterus
dan juga merangsang myometrium untuk berkontraksi
e. Uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, bidan
mengajarkan keluarga untuk melakukan Kompresi Bimanul Eksternal (KBE) :
1.
Letakkan
satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan diatas
simpisis pubis
2.
Letakkan
tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri ,sejajar
dengan dinding depan korpus uteri.Usahakan memegang bagian belakang uterus
seluas mungkin
3.
Lakukan
kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan belakang agar
pembuluh darah di dalam anyaman myometrium dapat dijepit secara manual. Cara
ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkontraksi
3. Memberikan
ergometrin 0,2 mg secara intra muscular
4. Memasang infus
dengan jarum ukuran 18 dengan cairan infus RL 500 + drip 2 ampul oksitosin
guyur dalam waktu 10 menit
5. Mengulangi
tindakan KBI (evaluasi : uterus tidak berkontraksi, keadaan ibu semakin lemah)
6. Merujuk ibu ke RSUD, tindakan KBI
tetap dilakukan selama perjalanan rujukan. Terpasang infus RL 500 cc
/ jam hingga tiba ditempat rujukan dan memberikan minum untuk rehidrasi.
7. Setelah melakukan
3 kali tindakan KBI selama perjalanan rujukan, akhirnya uterus ibu mulai
berkontraksi dan perdarahan berhasil dihentikan.
8. Ketika tiba di RSUD, ibu hanya
dilakukan pemantauan perdarahan oleh pihak rumah sakit.
Posting Komentar untuk "MENGETAHUI PERDARAHAN PRIMER(PENGERTIAN MACAM-MACAM PENYEBAB)"