“AUTISME PADA ANAK”
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan syukur ke hadirat Allah SWT. Berkat bimbingan serta petunjuknya lah
kami bisa menyelesaikan tugas makalah
tentang ‘autisme pada anak ‘. Kami mengharapkan agar makalah kami ini dapat
bermanfaat bagi penilis dan pembacanya yang ingin mengetahui tentang “autisme
pada anak “. Semoga dengan adanya laporam ketermpilan dasar kebidanan ini
pembaca akan lebih mengetahui isi pembahasan-pembahasan di dalam laporan ini yang kami buat seindah dan semenarik
mungkin.
Akhir
kata penulis merasa bahwa hasil laporan ini masih memiliki banyak kekurangan
serta keganjalan di hati pembaca. Saran dan kritik dari pembaca laporan
pre-klinik dan postklinik ini selalu kami nantikan. Demikianlah semoga
laporan ini bermanfaat untuk kita
semua.Amin
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata pengantar………………………………………………………………………...
Daftar isi……………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….
A. Latar
Belakang…………………………………………………………….......
B. Rumusan
Masalah……………………………………………………………..
C. Tujuan
Penulisan……………………………………………………………...
BAB II TINJAUAN TEORI…………………………………………………………..
A. Pengertian
Autisme……………………………………………………………
B. Etiologi
Autisme………………………………………………………………
C. Patofisiologi
Autisme………………………………………………………….
D. Karakteristik
Autisme…………………………………………………………
E. Manifestasi
klinis….…………………………………………………………..
F. Penatalaksanaan
………………………………………………………………
BAB III TINJAUAN
KASUS………………………………………………………..
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………...
A. Simpulan
……………………………………………………………………...
B. Saran
………………………………………………………………………….
Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………
|
ii
iii
1
1
2
2
3
3
3
4
6
7
8
12
20
20
20
21
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Autis merupakan suatu
gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan dengan komunikasi,
interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya tampak pada sebelum usia
tiga tahun. Bahkan apabila autis infantil gejalanya sudah ada sejak bayi. Autis
juga merupakan suatu konsekuensi dalam kehidupan mental dari kesulitan
perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsifungsi: persepsi
(perceiving), intending, imajinasi (imagining) dan
perasaan (feeling). Autis jugs
dapat dinyatakan sebagai suatu kegagalan dalam penalaran sistematis (systematic
reasoning).
Akibatnya perilaku dan hubungannya dengan
orang lain menjadi terganggu, sehingga keadaan ini akan sangat mempengaruhi
perkembangan anak selanjutnya.
Autisme dapat mengenai
siapa saja tidak tergantung pada etnik, tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi.
Autisme bukanlah masalah baru, dari berbgai bukti yang ada, diketahui kelainan
ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Hanya saja istilahnya relatif
masih baru. Diperkirakan kira-kira sampai 15 tahun yang lalu, autisme merupakan
suatu gangguan yang masih jarang ditemukan, diperkirakan hanya 2-4 penyandang
autisme. Tetapi sekarang terjdi peningkatan jumlah penyandang autisme sampai
lebih kurang 15-20 per 10.000 anak. Jika angka kelahiran pertahun di Indonesia
4,6 juta anak, maka jumlah penyandang autisme pertahun akan bertambah dengan
0,15% yaitu 6900 anak.
Dengan perbandingan 4:1
(anak laki-laki : perempuan), ini disebabkan hormone seks, karena laki-laki
lebih banyak memproduksi testoteron sementara perempuan lebih banyak
memproduksi esterogen. Kedua hormone itu memiliki efek bertolak belakang terhadap
suatu gen pengatur fungsi otak yang disebut retinoic
acid-related orphan receptor-alpha atau RORA. Testoteron menghambat kerja
RORA, sementara esterogen justru meningkatkan kinerjanya. Terhambatnya
kinerja RORA menyebabkan berbagai masalah koordinasi tubuh, antara lain
terganggunya jam biologis atau circadian
rythim yang berdampak pada pola tidur. Kerusakan saraf akibat stress dan
imflamasi (radang) jaringan otak juga meningkat ketika aktivitas RORA
terhambat.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas akan dirumuskan
masalah tentang :
1.
Teori tentang autism (
pengertian Autisme ,etiologi ,patofisiologi, karakteristik, manifestasi
klinik,dan penatalaksanaan
2.
Contoh kasus mengenai autism
pada anak
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui tentang
autisme ( pengertian Autisme ,etiologi ,patofisiologi,
karakteristik, manifestasi klinik,dan penatalaksanaan
2.
Untuk mengetahui Contoh kasus
mengenai autism pada anak
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian Autisme
Autisme berasal dari
istilah dalam bahasa Yunani; „aut‟ = diri sendiri, isme‟ orientation/state=
orientasi/keadaan. Maka Autisme dapat
diartikan sebagai kondisi seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada
dirinya sendiri; kondisi seseorang yang senantiasa berada di dalam dunianya
sendiri.
Pengertian Autisme menurut beberapa para ahli:
1.
Autisme masa kanak-kanak
dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang
lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Theo,2004)
2.
Autisme Infantil adalah Gangguan
kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan
interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan.(Adnil,2011)
3.
Menurut Isaac, A (2005) autisme
merupakan gangguan perkembangan pervasive dengan masalah awal tiga area
perkembangan utama yaitu perilaku, interaksi sosial dan komunikasi.
B.
Etiologi Autisme
Menurut
Dewo (2006) gangguan perkembangan pervasive autisme dapat disebabkan karena
beberapa hal antara lain:
1.
Genetis, abnormalitas genetik dapat menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak
2.
Keracunan pada
makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan
logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak
penderita autis terkandung timah hitam seperti dari makanan yang mengandung
pengawet dan makanan sea food (ikan dari laut yang telah tercemar oleh limbah
pabrik)
dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
3.
Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang
diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi
karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena
faktor ekonomi
4.
Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan
perkembangan tubuhnya sendiri karena zat – zat yang bermanfaat justru
dihancurkan oleh tubuhnya sendiri. Imun adalah kekebalan tubuh terhadap
virus/bakteri pembawa penyakit. Sedangkan autoimun adalah kekebalan yang
dikembangkan oleh tubuh penderita sendiri yang justru kebal terhadap zat – zat
penting dalam tubuh dan menghancurkannya.
C.
Patofisiologi Autisme
Sel
saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel
saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson
dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel
saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel
saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester
ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit,
dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.
Setelah
anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors
dan proses belajar anak.
Makin
banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang
digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps.
Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya
akson, dendrit, dan sinaps.
Kelainan
genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada
pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal
pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak
(brain-derived neurotrophic factor,
neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide)
yang merupakan zat kimia otak untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi,
diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi
pertumbuhan otak.
Peningkatan
neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah
tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without guidance sehingga bagian-bagian otak tumbuh dan mati
secara tak beraturan.
Pertumbuhan
abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua
peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye
(sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak
kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye
diduga merangsang pertumbuhan akson, glia
(jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau
sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang
jelas, peningkatan brain derived
neurotrophic factor dan neurotrophin-4
menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan
pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme
disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye
merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan.
Degenerasi
sekunder terjadi bila sel Purkinye
sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel
Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol
berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian
dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama
melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta
kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih
lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas,
dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran
otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal
sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel
neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur
dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan
dalam proses memori).
Penelitian
pada monyet dengan merusak hipokampus dan amigdala mengakibatkan bayi monyet
berusia dua bulan menunjukkan perilaku pasif-agresif. Mereka tidak memulai
kontak sosial, tetapi tidak menolaknya. Namun, pada usia enam bulan perilaku
berubah. Mereka menolak pendekatan sosial monyet lain, menarik diri, mulai
menunjukkan gerakan stereotipik dan hiperaktivitas mirip penyandang autisme.
Selain itu, mereka memperlihatkan gangguan kognitif.
Faktor
lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen,
protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon
tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun
hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan
timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa
kehamilan, radiasi, serta ko kain.
D.
Karakteristik Autisme
1. Gangguan dalam komunikasi
·
terlambat bicara pada umur
diatas 3 tahun, tidak ada usaha untuk berkomunikasi dengan gerak dan mimik
·
meracau dengan bahasa yang
tidak dapat dimengerti orang lain
·
sering mengulang apa yang
dikatakan orang lain
·
meniru kalimat-kalimat iklan
atau nyanyian tanpa mengerti
·
komunikasi yang digunakan
komunikasi nonverbal
·
bila kata-kata telah diucapkan,
ia tidak mengerti artinya
·
tidak memahami pembicaraan
orang lain
·
menarik tangan orang lain bila
menginginkan sesuatu
2.
Gangguan dalam interaksi sosial
·
menghindari atau menolak kontak
mata
·
tidak mau menengok bila
dipanggil
·
menghindari interaksi sosial
·
tidak dapat merasakan empati
3.
Gangguan dalam tingkah laku
·
asyik main sendiri
·
tidak peduli terhadap lingkungan
·
tidak mau diatur, semaunya
·
menyakiti diri
·
melamun, bengong dengan tatapan
mata kosong
·
kelekatan pada benda tertentu
·
tingkah laku tidak terarah,
mondar mandir tanpa tujuan, lari-lari, manjat-manjat, berputar-putar,
melompat-lompat, mengepak-ngepak tangan, berteriak-teriak, berjalan
berjinjit-jinjit.
4.
Gangguan dalam emosi
·
rasa takut terhadap objek yang
sebenarnya tidak menakutkan
·
tertawa, menangis, marah-marah
sendiri tanpa sebab
·
tidak dapat mengendalikan
emosi; ngamuk bila tidak mendapatkan keinginannya
5. Gangguan
dalam sensoris atau penginderaan
·
menjilat-jilat benda
·
mencium benda-benda atau
makanan
·
menutup telinga bila mendengar
suara keras dengan nada tertentu
·
tidak suka memakai baju dengan
bahan yang kasar
E.
Manifestasi klinis
Diagnosis
harus memenuhi kriteria DSM IV (Diagnostic And Statistical Of Manual
Disorders 1992 Fourth Edition). Diagnosis autisme bisa ditegakkan apabila
terdapat enam atau lebih gejala dari:
1.
Gangguan kualitatif interaksi sosial, muncul paling sedikit
2 dari gejala berikut :
1.
Gangguan yang jelas dalam perilaku non – verbal (perilaku
yang dilakukan tanpa bicara) misalnya kontak mata, ekspresi wajah, posisi tubuh
dan mimik untuk mengatur interaksi sosial.
2.
Tidak bermain dengan teman seumurnya, dengan cara yang
sesuai.
3.
Tidak berbagi kesenangan, minat atau kemampuan mencapai
sesuatu hal dengan orang lain.
4.
Kurangnya interaksi sosial timbal balik.
2. Gangguan kualitatif komunikasi,
paling sedikit satu dari gejala berikut :
1. Keterlambatan atau belum dapat
mengucapkan kata-kata berbicara, tanpa disertai usaha kompensasi dengan cara
lain.
2. Bila dapat berbicara, terlihat gangguan
kesanggupan memulai atau mempertahankan komunikasi dengan orang lain.
3. Penggunaan bahasa yang stereotipik
dan berulang, atau bahasa yang tidak dapat dimengerti.
4. Tidak adanya cara bermain yang bervariasi dan
spontan, atau bermain menirukan secara sosial yang sesuai dengan umur
perkembangannya.
3. Pola perilaku, minat dan aktivitas
yang terbatas, berulang dan tidak berubah (stereotipik), yang ditunjukkan
dengan adanya 2 dari gejala berikut :
1. Minat yang terbatas, stereotipik dan
meneetap dan abnormal dalam intensitas dan fokus.
2. Keterikatan pada ritual yang
spesifik tetapi tidak fungsional secara kaku dan tidak fleksibel.
3. Gerakan motorik yang stereotipik dan
berulang, misalnya flapping tangan dan jari, gerakan tubuh yang kompleks.
4. Preokupasi terhadap bagian dari
benda.
F.
Penatalaksanaan
Dalam
penanganan anak autism ada beberapa
cara, misalnya dengan terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Dalam terapi
ini, biasanya hanya untuk mengurangi kecenderungan anak yang aggressive,
hiperaktif dan suka menyakiti diri sendiri.
a.
Terapi farmakologis:
1.
Risperidone digunakan
sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi
agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri sendiri.
2.
Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas
berbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan
bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons
sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresif,
iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.
b.
Terapi nonfarmakologis:
1.
Terapi Okupasi
Terapi okupasi berguna
untuk melatih otot-otot halus anak. Menurut penelitian, hamper semua kasus anak
autistic mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya
sangat kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang benda dengan cara yang
benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuapkan makanan ke dalam
mulutnya,dsb. Dengan terapi ini anak akan dilatih untuk membuat semua otot
dalam tubuhnya berfungsi dengan tepat.
2.
Terapi Integrasi
Sensoris
Terapi
ini berguna meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga lebih mampu
untuk memperbaiki struktur dan fungsinya. Aktivitas ini merangsang koneksi
sinaptik yang lebih kompleks, dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk
belajar.
3.
Terapi Bermain
Terapi
bermain adalah pemanfaatan pola permainan sebagai media yang efektif dari
terapis, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri. Pada terapi ini,
terapis bermain menggunakan kekuatan terapiutik permainan untuk membantu klien
menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan,
perkembangan yang optimal.
4.
Terapi Perilaku
Terapi
ini memfokuskan penanganan pada pemberian reinforcement positif setiap kali
anak berespons benar sesuai intruksi yang diberikan. Tidak ada punishment dalam
terapi ini, akan tetapi bila anak menjawab salah akan mendapatkan reinforcement
positif yang ia sukai. Terapi ini digunakan untuk meningkatkan pemahaman dan
kepatuhan anak pada aturan. Dari terapi ini hasil yang didapatkan signifikan
bila mampu diterapkan secara intensif.
5.
Terapi Fisik
Beberapa
penyandang autism memiliki gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang
tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya juga
kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak
menolong untuk menguatkan otot-otot dan memperbaiki keseimbangan tubuh anak.
6.
Terapi Wicara
Hampir
semua anak dengan asutism mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Kadang-kadang
bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai kemampuan
bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.
7.
Terapi Musik
Terapi
music menurut Canadian Association for Music Therapy (2002) adalah
penggunaan music untuk membantu integrasi fisik, psikologis, dan emosi
individu, serta untuk treatment penyakit atau ketidakmampuan. Sedangkan menurut
American Music Therapy Association (2002) terapi music adalah semacam
terapi yang menggunakan music yang bersifat terapiutik guna meningkatkan fungsi
perilaku, social, psikologis, komunikasi, fisik, sensorik motorik dan kognitif.
8.
Terapi Perkembangan
Terapi
ini didasari oleh adanya keadaan bahwa anak dengan autis melewatkan atau kurang
sedikit bahkan banyak sekali kemampuan bersosialisasi.yang termasuk terapi
perkembangan misalnya Floortime, dilakukan oleh orang tua untuk
membantu melakukan interaksi dan kemampuan bicara.
9.
Terapi Visual
Individu
autistic lebih mudah belajar dengan melihat. Hal inilah yang kemudian dipakai
untuk mengembangkan metode belajar berkomunikasi melalui gambar-gambar.
Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan keterampilan
komunikasi.
10. Terapi akupunktur.
Metode
tusuk jarum ini diharapkan bisa menstimulasi sistem saraf pada otak hingga
dapat bekerja kembali.
11. Terapi balur.
Banyak
yang menyakini autisme disebabkan oleh tingginya zat merkuri pada tubuh
penderita. Terapi balur ini bertujuan mengurangi kadar merkuri dalam tubuh
penyandang autis. Caranya, menggunakan cuka aren campur bawang yang dilulurkan
lewat kulit. Tujuannya melakukan detoksifikasi gas merkuri.
12. Terapi lumba-lumba.
Telah
diketahui oleh dunia medis bahwa di tubuh lumba-lumba teerkandung potensi yang
bisa menyelaraskan kerja saraf motorik dan sensorik penderita autis. Sebab
lumba-lumba mempunyai gelombang sonar (gelombang suara dengan frekuensi
tertentu) yang dapat merangsang otak manusia untuk memproduksi energi yang ada
dalam tulang tengkorak, dada, dan tulang belakang pasien sehingga dapat
membentuk keseimbangan antara otak kanan dan kiri. Selain itu, gelombang suara
dari lumba-lumba juga dapat meningkatkan neurotransmitter.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Tanggal
pengkajian : 01-02 maret 2013
Jam : 08. 00 wib
s/d selesai
IDENTITAS
a.
Identitas
pasien
Nama
: An. E
Umur
: 11 tahun
Tempat
tgl lahir
: Karang Tinggi, 10 Juni 2002
Jenis
Kelamin
: Laki – laki
Pendidikan
Anak :
Sekolah Luar Biasa (SLB)/SD
Anak
ke :
Ke-3 dari 3 bersaudara
Gangguan
autisme tampak pada usia : 18 bulan.
b.
Identitas
orangtua
Nama
Ibu : Ny. S
Pekerjaan
Ibu : Ibu Rumah Tangga
Nama
Ayah : Tn. As
Pekerjaan
Ayah : Swasta
Pendidikan
: S1
Alamat
: Jl. Hibrida Raya No. 10 Kelurahan
Sidomulyo
SUBJEKTIF (S)
1.
Keluhan Utama
Alasan masuk RS : Karena An. E
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang yang ada di
sekitarnya yang disebabkan adanya gangguan autisme.
2.
Riwayat Kehamilan dan
Kelahiran
a.
Pranatal : Sebelum mengalami kehamilan istri Tn. As
tidak mengalami penyakit atau gangguan yang dapat menyebabkan kelainan pada
kehamilannya.
b.
Intranatal : Tidak
terjadi kelainan yang dapat menyebabkan gangguan pada kehamilannya
c.
Postnatal : Kelahiran istri Tn. As normal dan tidak
terjadi gangguan
3. Riwayat
Kesehatan
·
Riwayat Kesehatan
Dahulu
a.
Penyakit yang diderita
sebelumnya : Tidak ada
b.
Pernah di rawat di
Rumah Sakit :
Tidak pernah
c.
Obat-obatan yang
digunakan : -
d.
Imunisasi / vaksin
1.
BCG : 0-2 bulan
2.
Hepatitis B : 1 bulan
3.
Polio : 4 bulan
4.
DPT 1 :
2 bulan
5.
DPT 2 : 3 bulan
6.
DPT 3 : 4
bulan
7.
Campak : 6 bulan
·
Riwayat kesehatan saat
ini
Saat
ini klien yang mengalami keadaan autis sehingga klien sangat sulit untuk
bergaul dengan orang yang ada di sekitarnya karena klien sangat sensitif
terhadap rangsangan dari luar yang menurut dirinya dapat membahayakan dirinya.
·
Riwayat kesehatan
keluarga
Keluarga
mengatakan bahwa ada anggota keluarga yang lain menderita autis.
4. Riwayat
Tumbuh Kembang
a. Kemandirian
dan bergaul :
Tergantung dengan keluarga
b.Motorik
kasar :
Dapat berdiri dengan tegap, dll
c. Motorik
halus :
Dapat memegang mainan dengan menggunakan
tangan.
5. Riwayat
Sosial
a.
Gangguan komunikasi : Menggunakan komunikasi non verbal, tidak memahami saat
diajak berbicara dan menarik tangan
orang lain bila menginginkan sesuatu.
b.
Gangguan interaksi sosial : Saat diajak berbicara menghindari kontak mata, menghindari interaksi sosial dan bila di panggil tidak mau menoleh.
c.
Gangguan tingkah
laku : Asik main sendiri, melompat lompat dan tidak mau di atur .
6. Pengkajian
prilaku dan bahasa
a.
Pengkajian prilaku : Prilaku yang
berlebihan (excessive), seperti melompat-lompat, tidak bisa diam dan lari
kesana-sini tak terarah.
b.
Pengkajian bahasa : Echolalia
( mengulang-ulang kata/ kalimat)
OBJEKTIF (O)
1.
Pemeriksaan fisik
a.
Keadaan umum : Anak tampak apatis dan hiperaktif
b.
TB/BB (cm) : 100 cm / 32 Kg
c.
Kepala
·
Lingkar Kepala :
35 cm
·
Rambut :
Kebersihan : Bersih
·
Warna/tekstur : Coklat/lebat
·
Distribusi rambut :
kurang
·
Kuat/mudah tercabut :
Kuat
d.
Mata :
Simetris
·
Sklera : Normal
·
Konjungtiva :
Normal
·
Palpebra :
Mongoloid
·
Pupil : Ukuran :
Normal , Bentuk : Bulat
·
Reaksi : refleks terhadap cahaya
e.
Telinga : Simetris
·
Serumen :
Tidak Ada
·
Pendengaran :
Normal
f.
Hidung : Septum Simetris
·
Serumen : Tidak Ada
g.
Mulut : Mulut bersih
h.
Leher
·
Kelenjar Getah Bening : tidak ada massa (benjolan)
·
Kelenjar Tiroid :
tidak ada massa (benjolan)
·
JVP : tidak terjadi distensi vena
i.
Dada
·
Inspeksi : Dada simetris
·
Palpasi :
Tidak ada penonjolan dan pembengkakan
j.
Jantung
·
Inspeksi :
untuk melihat adanya pembesaran Ventrikel
·
Palpasi : Tidak terjadi pembesaran ventrikel
·
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2
k.
Paru-paru
·
Inspeksi : Terjadi pengembangan paru (normal)
·
Palpasi : Tidak ada tumor dan massa
·
Perkusi : Sonor (normal)
·
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (normal)
l.
Perut
·
Inspeksi :
Simetris
·
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan
·
Perkusi : Bunyi timpani pada seluruh abdomen
·
Auskultasi :
Bising usus, suara bising (bruit) pada seluruh
permukaan
m.
Punggung : Bentuk Lordosis
n.
Ekstremitas :
Kekuatan dan Tonus Otot
·
Atas : Simetris
·
Bawah : Gaya berjalan Berbentuk huruf O
o.
Genitalia :
Phimosis (penyempitan lubang preputium sehingga kulit penis tidak dapat ditarik
kebelakang melewati glans penis)
p.
Kulit :
·
Warna : Kuning langsat
·
Turgor : Normal
·
Integritas : kurang
·
Elastisitas : Normal
q.
Pemeriksaan Neurologis : Refleks patologis ( refleks
moro, asymmetrical dan simetrical tonic neck reflex, tonic labyrinthine reflex
)
2. Pemeriksaan
Penunjang
a.
Laboratorium : tidak ada
b.
Rontgen :
tidak ada
c.
Lain-lain :
tidak ada
3. Kebutuhan
Dasar sehari-hari;
NO.
|
Jenis
|
Kebutuhan
Di Rumah
|
Kebutuhan
dirumah sakit
|
1.
|
Makan
|
3
x sehari
|
3
x sehari
|
2.
|
Minum
|
±
8 gelas perhari
|
±
6 gelas perhari
|
3.
|
Tidur
|
±6
jam
|
±
6 jam
|
4.
|
Mandi
|
3
x sehari
|
3
x sehari
|
5.
|
Eliminasi
|
Normal
|
Normal
|
6.
|
bermain
|
Aktif
|
Aktif
|
Analisa Data (A)
l.
Identifikasi diagnosa dan masalah
Dx : An.
E umur 11 tahun, dengan gangguan autisme
Do :
Keadaan Umum : baik
Kesadaran
:
Composmentis
BB
: 32 kg
TB
: 100cm
TD
:100/60 mmHg
RR
: 24 x permenit
Suhu
: 36 ÂșC
Nadi
: 100/ menit
II. Identifikasi masalah potensial
·
Potensi terjadi karena kegagalan pertumbuhan otak dan
abnormalitas pertumbuhan sel saraf memicu tejadinya autisme
lll.
Identifikasi kebutuhan segera
·
Kolaborasi dengan dokter spesialis seperti
Dokter Spesialis Anak (Sp.A), Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (Sp. KJ), Dokter
Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan-Bedah Kepala Leher (Sp. THT-KL) dan
psikolog.
·
Pemberian terapi non
farmakologi
Penatalaksanaan (P)
No
|
Tgl/jam
|
Intervensi
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
Paraf
|
1.
|
1-maret-2013
|
1.
Libatkan anak dan
keluarga dalam program stimulasi dini untuk membantu memaksimalkan perkembangan
anak dengan ajarkan komunikasi verbal.
2.
Kaji kemajuan
perkembangan anak dengan interval regular
3.
Bantu keluarga untuk menentukann kesiapan
anak untuk mempelajari tugas tugas khusus karna kesiapan anak mungkin saja
tidak mudah untuk di kenali
|
1.
Melibatkan anak dan
keluarga dalam program stimulasi dini untuk membantu memaksimalkan perkembangan anak dengan
mengajarkan berkomunikasi verbal.
2.
Mengkaji kemajuan
perkembangan anak dengan interval regular.
3.
Membantu keluarga
untuk menentukann kesiapan anak untuk mempelajari tugas tugas kusus karna
kesiapan anak mungkin saja tidak mudah untuk di kenali.
|
S
:
· Pasien
mengatakan sudah dapat berkomunikasi dengan keluarga dan orang yang ada di
sekitarnya.
· Pasien
mengatakan tidak terlalu sulit tidur lagi
· Keluarga
pasien mengatakan bahwa anaknya sudah tidak terlalu rewel lagi
O:
· TD
:100/60 mmHg
· RR
: 24 x permenit
· Suhu
: 36 ÂșC
· Nadi
: 100/ menit
Pasien tampak bingung
Pasien tampak acuh tak acuh
(apatis)
A
:
·
Pasien sudah mampu
berkomunikasi dg orang disekitarnya
·
Pasien sudah tidak
terserang insomnia lagi
·
Keluarga sudah mampu
mengatasi rewel anaknya
P
:
Intervensi dilanjutkan
|
|
2.
|
02 maret 2013
|
1. Berikan
informasi kepada keluarga sesegera mungkin bila keluarga mencurigai adanya masalah yang mungkin
memerlukan dukungan segera.
2. Bila
mungkin berikan informasi tertulis pada keluarga tentang kondisi anak dan
ajarkan kepada keluarga tentang mengatasi jenuh pada anak missal dengan
memodikasi lingkungan rumah.
3. Tunjukan
penerimaan terhadap anak melalui perilaku yang memberikan kebutuhan anak
seperti kasih saying
|
1. Memberikan
informasi kepada keluarga sesegera mungkin bila keluarga mencurigai adanya
masalah yang mungkin memerlukan dukungan segera.
2. Bila
mungkin berikan informasi tertulis pada keluarga tentang kondisi anak dan
mengajarkan kepada keluarga tentang mengatasi jenuh pada anak missal dengan
memodikasi lingkungan rumah.
3. Menunjukan
penerimaan terhadap anak melalui perilaku yang memberikan kebutuhan anak
seperti kasih saying
|
S
:
· Orang
tua pasien sudah mulai memberi perhatian lebih pada anaknya
· Pasien
mengatakan sudah dapat menghilangkan jenuhnya
O
:
·
TD : 100/60mmHg
·
RR : 24 x permenit
·
Suhu : 36 ÂșC
·
Nadi : 100 x permenit
A
:
·
Anak sudah merasakan
perhatian lebih dari orang tuanya
·
Jenuh pasien sudah dapat diatasi dengan
modifikasi lingkungan rumahnya
P
: Intervensi Dilanjutkan dihentikan
|
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Autisme
dapat diartikan sebagai kondisi seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada
dirinya sendiri kondisi seseorang yang
senantiasa berada di dalam dunianya sendiri.
Etiologi autisme
dapat berupa:
·
Genetis,
·
Keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat
dalam vaksin imunisasi atau pada makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil,
·
Terjadi kegagalan pertumbuhan otak
·
Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan
perkembangan tubuhnya
Karakteristik
autism itu terjadi gangguan dalam komunikasi, interaksi social, tingkah laku,
emosi dan sensoriatau pengindraan.
Penatalaksanaan pada autism dapat dilakukan terapi
psikofarmakologi, tetapi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan
autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas,
penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan
tidur.
Sejumlah
observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan serotonin dapat
bermanfaat bagi pasien autis.
B. Saran
1. Sebaiknya untuk ibu-ibu yang sedang
hamil harus lebih memperhatikan kebutuhan nutrisinya, karena nutrisi ini bisa
mempengaruhi anak mengalami kecacatan seperti autism.
2. Sebaiknya bila ada anak autism
dalam keluarga itu, keluarga harus lebih memperhatikan anak tersebut. Karena
biasanya anak autism itu memerlukan
perhatian yang lebih dan apapun yang dikerjakan oleh anak autism itu harus didukung
kecuali hal-hal yang dapat membahayakan anak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Edwin, Adnil. 2011. Tumbuh Kembang Prilaku Manusia . Jakarta: EGC
Peeters, Theo . 2004. Autisme. Jakarta: Dian Rakyat
Wiiliam, Chris and Barry Wright. 2004. How To Live With Autism and Asperger
Syndrome. Jakarta: Dian Rakyat
Sumber lain:
Eprianto. 2011. http://eprikenzu.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-pada-pasien-autisme.html.
Diakses: 25 Agustus 2014
Posting Komentar untuk "AUTIS PADA ANAK (pengertian patofisiologi karakteristik penatalaksanaan)"